Senin, 25 Mei 2009

UU BHP Dapat Pacu Profesionalisme Guru

Senin, 26 Januari 2009 | 18:13 WIB



BANDUNG, SENIN - Undang-undang Badan Hukum Pendidikan dapat memacu kinerja dan profesionalisme guru, khususnya pegawai negeri sipil. Kewajiban tiap BHP membuat perjanjian kerja baru dengan guru mendorong guru bekerja lebih profesional untuk tetap bisa dipekerjakan.

Ketentuan ini sekaligus menjadi sistem kontrol, alat evaluasi untuk mendorong guru lebih bermutu. "Kalau mereka tidak mau terancam (tidak dipekerjakan), ya harus bisa bekerja lebih baik," ujar A. Alamsyah Saragih, pengamat pendidikan dari Bank Dunia, di dalam Seminar Nasional Peran Guru dalam Badan Hukum Pendidikan di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung, Senin (26/1).

Ketentuan yang mewajibkan tiap BHP melakukan perjanjian kerja dengan guru ini diatur di dalam Pasal 55 UU BHP. Ketentuan ini juga berlaku bagi guru-guru PNS. Sehingga, status guru PNS itu adalah dipekerjakan di BHP. Menurut Alamsyah yang juga Direktur Eksekutif Sanggar ini, ketentuan ini sebetulnya dapat meningkatkan posisi guru-guru PNS.

Kalau dulu, hubungan antara pihak dinas dan guru (PNS) itu kan lebih seperti pimpinan dan staf. "Dengan ketentuan perjanjian kerja ini, posisi guru dan yang memberi kerja kan jadi tawar-menawar," ujarnya. Ia berpandangan, aturan kontrak kerja guru ini hendaknya tidak membatasi proses redistribusi penyebaran guru. Daerah pinggiran yang kekurangan guru harus mendapat perhatian. Solusinya lewat insentif.

Arnie Fajar, salah seorang guru PNS di Kota Bandung, berpendapat senada, UU BHP diyakini mendorong profesionalitas guru. Soalnya ini terkait dengan persaingan agar seorang guru bisa dipekerjakan kembali di dalam pembaharuan kontrak kerja dengan BHP. Untuk bisa dipakai lagi di suatu BHP, ukuran yang dilihat tentunya adalah kinerja. Kalau terkait ini, tentu saja ini hal yang bagus dari UU BHP, ucapnya.

Tenaga kerja

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Kota Bandung Asep Tapip Yani mempersoalkan kejelasan status dan posisi guru saat ini. Ia melihat, munculnya UU BHP justru makin membingungkan. Ke depan, yang berlaku itu UU Kepegawaian atau UU Ketenagakerjaan? Lantas, bagaimana jika lembaga pendidikan itu dinyatakan pailit. Ini kan bisa berdampak ke guru, ujarnya.

Implementasi UU BHP juga akan menambah jalur birokrasi proses pengangkatan dan pemberhentian guru yang sebelumnya te lah rinci diatur di dalam Pasal 25 UU Guru. Dengan demikian, saat ini setidaknya berlaku enam buah sekaligus UU yang juga sama-sama mengatur soal profesi guru. Ada UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, UU BHP, UU Kepegawaian (PNS), UU Ketenaga kerjaan dan UU Serikat Pekerja untuk guru non-PNS.

Mestinya, ada sinkronisasi aturan satu UU dengan lainnya itu, ucapnya. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat FGII Suparman berpandangan, ketentuan Pasal 55 BHP dapat diartikan guru-guru (non-PNS) tunduk kepada ketentuan UU Ketenagakerjaan. Sehingga, semestinya ada perjanjian kontrak bersama dan ketentuan upah minimum daerah.


kompas.com

1 komentar: