Senin, 25 Mei 2009

Guru Bantu Siswa Maksimalkan Kinerja Otak

Senin, 20 April 2009 | 03:41 WIB

Jakarta, Kompas - Pendidikan di sekolah harus mampu mendorong anak-anak bisa menggunakan potensi otak mereka yang luar biasa secara maksimal. Pengembangan potensi otak anak ini harus serentak antara otak kanan dan otak kiri untuk mengembangkan berbagai kemampuan intelegensia atau multiple intelligence yang dibutuhkan di masa depan.

”Anak-anak harus didorong untuk menggunakan otaknya. Sebab, dari hasil penelitian ternyata penggunaan otak manusia untuk mengingat, belajar, dan kreatif kurang dari satu persen. Guru harus mengupayakan agar bisa memunculkan 99 persen potensi otak anak itu,” kata Tony Buzan, pencipta Mind Map? yang hadir dalam acara Educator Sharing Network tentang ”Teaching and Learning in a Brain New World” yang diadakan Sampoerna Foundation Teacher Institute, PT Planet Edupro Indonesia, dan SIM Professional Development, di Jakarta, Sabtu (18/4).

kompas.com

kompas.com

Menurut Buzan, guru punya peran penting bagi masa depan peradaban dunia dengan menyiapkan anak-anak didik yang mampu menggunakan kedua belah otaknya untuk bisa mengembangkan pengetahuan.

Buzan, penemu teknik Mind Map? pada awal 1970-an, menjelaskan bahwa pemetaan pikiran bisa membantu membuka seluruh potensi dan kapasitas otak yang tersembunyi. Teknik ini melibatkan kedua sisi otak secara bersamaan, yaitu otak kanan (gambar, warna, ritme, imajinasi) dan otak kiri (kata, angka, logika).

8 kemampuan intelektual

Pendidikan dewasa ini perlu membekali siswa dengan delapan kemampuan intelektual, yakni kepintaran verbal, angka-angka, kreatif, sosial, personal, sensori, fisik, dan etika spiritual.

Saat ini lebih dari 500 juta orang di dunia menggunakan teknik pemetaan pikiran untuk pembelajaran maupun bisnis. Pemetaan pikiran ini, kata Buzan, bermanfaat untuk pembelajaran, kecepatan, kemampuan berpikir yang lebih terstruktur. Juga akan mendorong terciptanya kreativitas, ide-ide cemerlang, solusi inspiratif penyelesaian masalah, bahkan cara baru memotivasi diri dan orang lain.

”Indonesia punya potensi luar biasa untuk meningkatkan kualitas manusianya lewat pendidikan mengoptimalkan kedua belahan otaknya,” kata Buzan yang akan ke Jakarta bulan Agustus memberi workshop Mind Map.

Nouval, siswa SMP, mengatakan dengan teknik pemetaan pikiran dia bisa menikmati belajar. ”Saya tadinya hampir putus asa setiap belajar karena nilai-nilai saya jelek. Namun sekarang ketika saya sudah dibantu bisa mengubah cara belajar, saya bisa meningkatkan nilai. Yang tadinya empat bisa mencapai angka sembilan,” katanya. (ELN)

UU BHP Dapat Pacu Profesionalisme Guru

Senin, 26 Januari 2009 | 18:13 WIB



BANDUNG, SENIN - Undang-undang Badan Hukum Pendidikan dapat memacu kinerja dan profesionalisme guru, khususnya pegawai negeri sipil. Kewajiban tiap BHP membuat perjanjian kerja baru dengan guru mendorong guru bekerja lebih profesional untuk tetap bisa dipekerjakan.

Ketentuan ini sekaligus menjadi sistem kontrol, alat evaluasi untuk mendorong guru lebih bermutu. "Kalau mereka tidak mau terancam (tidak dipekerjakan), ya harus bisa bekerja lebih baik," ujar A. Alamsyah Saragih, pengamat pendidikan dari Bank Dunia, di dalam Seminar Nasional Peran Guru dalam Badan Hukum Pendidikan di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung, Senin (26/1).

Ketentuan yang mewajibkan tiap BHP melakukan perjanjian kerja dengan guru ini diatur di dalam Pasal 55 UU BHP. Ketentuan ini juga berlaku bagi guru-guru PNS. Sehingga, status guru PNS itu adalah dipekerjakan di BHP. Menurut Alamsyah yang juga Direktur Eksekutif Sanggar ini, ketentuan ini sebetulnya dapat meningkatkan posisi guru-guru PNS.

Kalau dulu, hubungan antara pihak dinas dan guru (PNS) itu kan lebih seperti pimpinan dan staf. "Dengan ketentuan perjanjian kerja ini, posisi guru dan yang memberi kerja kan jadi tawar-menawar," ujarnya. Ia berpandangan, aturan kontrak kerja guru ini hendaknya tidak membatasi proses redistribusi penyebaran guru. Daerah pinggiran yang kekurangan guru harus mendapat perhatian. Solusinya lewat insentif.

Arnie Fajar, salah seorang guru PNS di Kota Bandung, berpendapat senada, UU BHP diyakini mendorong profesionalitas guru. Soalnya ini terkait dengan persaingan agar seorang guru bisa dipekerjakan kembali di dalam pembaharuan kontrak kerja dengan BHP. Untuk bisa dipakai lagi di suatu BHP, ukuran yang dilihat tentunya adalah kinerja. Kalau terkait ini, tentu saja ini hal yang bagus dari UU BHP, ucapnya.

Tenaga kerja

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Kota Bandung Asep Tapip Yani mempersoalkan kejelasan status dan posisi guru saat ini. Ia melihat, munculnya UU BHP justru makin membingungkan. Ke depan, yang berlaku itu UU Kepegawaian atau UU Ketenagakerjaan? Lantas, bagaimana jika lembaga pendidikan itu dinyatakan pailit. Ini kan bisa berdampak ke guru, ujarnya.

Implementasi UU BHP juga akan menambah jalur birokrasi proses pengangkatan dan pemberhentian guru yang sebelumnya te lah rinci diatur di dalam Pasal 25 UU Guru. Dengan demikian, saat ini setidaknya berlaku enam buah sekaligus UU yang juga sama-sama mengatur soal profesi guru. Ada UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, UU BHP, UU Kepegawaian (PNS), UU Ketenaga kerjaan dan UU Serikat Pekerja untuk guru non-PNS.

Mestinya, ada sinkronisasi aturan satu UU dengan lainnya itu, ucapnya. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat FGII Suparman berpandangan, ketentuan Pasal 55 BHP dapat diartikan guru-guru (non-PNS) tunduk kepada ketentuan UU Ketenagakerjaan. Sehingga, semestinya ada perjanjian kontrak bersama dan ketentuan upah minimum daerah.


kompas.com

Januari 2009 Gaji Guru Bersertifikat Naik

Senin, 24 November 2008 | 12:35 WIB

MAKASSAR, SENIN- Para guru dan dosen yang telah bersertifikasi, termasuk mereka yang mengabdi di daerah terpencil, akan menikmati kenaikan gaji mulai Januari 2009.

"Guru yang telah mengantongi sertifikasi akan menerima kenaikan gaji satu kali gaji pokok sedangkan dosen menerima dua kali dari besaran gaji pokok," kata Sesmen Menko Kesra Indroyono Susilo, usai bersama Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo membuka seminar reformasi birokrasi di Hotel Sahid Makassar, Senin (24/11).

Indriyono mengatakan, gaji pokok guru saat ini rata-rata Rp2 juta. Maka setelah mereka memiliki sertifikasi akan menerima tambahan penghasilan satu kali gaji pokok menjadi Rp4 juta setiap bulan.Sedangkan, bagi dosen yang telah mengantongi sertifikasi akan menerima tambahan penghasilan dua kali lipat dari yang mereka terima sekarang.

Meski tidak menyebut jumlah guru dan dosen yang telah mengantongi sertifikasi, namun Indriyono menyatakan bahwa langkah yang ditempuh pemerintah ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen agar lebih berkulitas.

"Untuk melahirkan anak didik sebagai generasi pelanjut yang handal di masa datang, maka dibutuhkan tenaga pengajar semua jenjang pendidikan yang memiliki kualifikasi terbaik dengan mengantongi sertifikasi," tambah Indriyono.

Sementara itu, Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo mengatakan, peningkatan mutu dan kesejahteraan guru menjadi program prioritas pemerintah Provinsi Sulsel di samping program kesehatan.

Sektor pendidikan telah menjadi prioritas pemerintah daerah bersama bidang kesehatan dengan program pendidikan dan kesehatan gratis. Untuk kesehatan berlaku di semua tempat pelayanan kesehatan dan jenjang pendidikan berlaku dari tingkat dasar hingga pendidikan menengah.
C12-08
Sumber : Ant

Kuliah Lagi, Tak Melulu Demi Sertifikasi

Senin, 4 Mei 2009 | 08:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Raut wajah puluhan perempuan dan lelaki berusia 40 hingga 50-an tahun, yang duduk di bangku kayu berukuran dua orang, tampak serius mendengarkan paparan soal hukum pewarisan Mendel. Suasana hening sesekali pecah saat pengajar memancing peserta dengan pertanyaan-pertanyaan yang terkait materi yang baru dipaparkan.

Meskipun usia tak terbilang muda lagi, puluhan guru yang kuliah atas inisiatif sendiri atau dikuliahkan pemerintah di Kabupaten Biak Nomfur, Papua, itu tetap bersemangat meraih gelar sarjana pendidikan. Selama empat semester atau dua tahun, guru-guru SD yang sudah kenyang dengan asam-manis jadi pendidik di Tanah Papua itu melakoni belajar secara mandiri, lalu beberapa kali tutorial atau kuliah tatap muka di Universitas Terbuka (UT) yang dipusatkan di SDN 1 Biak.

Keterbatasan sarana belajar karena umumnya hanya mengandalkan modul, tidak menghalangi mereka untuk terus belajar. Para tutor yang guru SMA bergelar sarjana pendidikan tetap bisa diandalkan untuk membantu proses itu.

Laban Rumbrapuh (52), Kepala SD YPK Bosnabraidi di Distrik Yawosi, setidaknya tiga kali seminggu menempuh jarak sekitar 60 kilometer untuk menghadiri kelas tutorial atau ujian. Perjalanan dua jam atau lebih itu tidak mudah karena taksi (angkutan umum) tidak selalu tersedia.

Namun, Laban, yang 27 tahun jadi guru, berusaha tidak absen dari jadwal bertatap muka dengan tutor (istilah dosen di UT). ”Pertemuan dengan tutor kan cuma 12 kali per semester. Selebihnya, belajar sendiri dari buku atau kaset atau VCD. Kadang-kadang materi yang sedang dipelajari semakin jelas jika dibahas secara langsung dengan tutor,” ujar Laban yang kuliah dengan beasiswa dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Biak.

Menurut Laban, mengingat usianya yang tak lagi muda, cukup sulit untuk bisa kembali ke bangku kuliah. Namun, kesempatan untuk kuliah lagi membuatnya bergairah untuk bisa belajar. ”Katanya untuk bisa ikut sertifikasi. Tetapi, buat saya ini kesempatan untuk meningkatkan diri,” kata Laban.

Elieser Wabiser (45), guru SD YPK Dwar, di Distrik Warsa, mengatakan, keinginan guru di daerah untuk pengembangan diri sangat kuat. Namun, tanpa difasilitasi pemerintah daerah, guru kesulitan untuk bisa terus mengembangkan diri.

”Untuk bisa sekolah S-1 lagi, misalnya, tidak mudah. Selain keuangan yang berat jika membiayai sendiri, di daerah terpencil tidak ada perguruan tinggi kependidikan. Kalau tidak dibukakan jalan oleh pemerintah, ya guru kesulitan. Untuk pelatihan lainnya juga biasanya kalau ada program dari pusat saja. Seringnya guru di kota yang dipilih,” kata Elieser.

Untuk bisa menjalani kuliah di UT yang fleksibel, tetapi guru tidak boleh sampai mengabaikan tugasnya, bukan hal mudah. Elieser terpaksa tidak penuh mengajar demi bisa mendapatkan taksi yang membawanya ke ibu kota. ”Pukul 11 saya sudah selesaikan mengajar supaya bisa ikut tutorial jam dua siang. Nanti, jam mengajar yang kurang diganti hari lain. Siswa belajar sampai sore,” kata Elieser yang 8 tahun jadi guru PNS.

Ada juga guru-guru yang mesti menyeberangi pulau, seperti di Padaido dan Numfor, agar bisa kuliah ke kota. Mereka kadang terhadang cuaca buruk.

”Guru-guru pasti ingin bisa meningkatkan kualitas dirinya supaya bisa menghasilkan anak-anak didik yang lebih baik. Tetapi, kesempatan mendapat pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan guru terbatas. Apalagi, di daerah yang jauh dari kota tidak mendapat banyak kesempatan,” kata Aqwila Musen, guru SD YPK Samber, Distrik Yendidori.

Elieser yang membiayai sendiri kuliahnya itu mempertanyakan, ”Setelah guru ramai-ramai dikuliahkan S-1, terus apa? Yang penting itu kan guru terus dibina secara berkelanjutan agar pengetahuannya tidak ketinggalan, terutama guru di daerah pedalaman atau terpencil.”

Tantangan Berat

Yusuf Slamet, Kepala Seksi Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Kabupaten Biak Nomfur, mengatakan tantangan meningkatkan kualifikasi akademik guru di daerah ini cukup berat. Baru sekitar 50 guru dari 3.000 guru SD bergelar sarjana pendidikan. ”Perkuliahan di UT cukup membantu karena penyelenggaraannya bisa disesuaikan keadaan di sini. Kami minta tutorial 12 kali dari pengajuan UT yang cuma delapan kali,” kata Yusuf.

Kondisi guru-guru di daerah yang minim dalam pengembangan diri tersebut sejalan dengan temuan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Independen 2008 yang dibentuk Konsorsium Sertifikasi Guru.

”Guru tidak bisa lagi diabaikan. Berbicara sol guru, tidak semata-mata soal peningkatan kesejahteraan. Peningkatan mutu mereka dalam pembelajaran juga sama pentingnya. Kondisi itu bisa dicapai dengan pelatihan yang berkesinambungan dan tanpa henti untuk semua guru, jadi jangan hanya untuk kepentingan sertifikasi. Para guru itu sebenarnya haus menimba ilmu yang terus berkembang,” kata Unifah Rosyidi, Ketua Tim Monev Independen 2008, sekaligus Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia.

Belajar Mandiri

Di tengah gencarnya pemerintah mewujudkan guru TK - SMA sederajat yang minimal berkualifikasi akademik D-IV/S-1, peran UT yang sejak 1984 bersifat terbuka dan jarak jauh menjadi cukup penting. Perguruan tinggi ini memiliki unit program belajar jarak jauh (UPBJJ) di tiap provinsi dan menyelenggarakan perkuliahan hingga ke kecamatan.

Jumlah mahasiswa aktif di UT per Agustus 2008, 522.960 orang, --sekitar 12 persen jumlah mahasiswa seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Sebanyak 90 persen mahasiswa UT adalah guru, terutama guru SD.

M Atwi Suparman, Rektor Universitas Terbuka, mengatakan, belajar di UT harus siap belajar mandiri. Mereka dibekali bahan ajar seperti modul, audio visual, dan VCD yang didesain untuk bisa dipelajari sendiri, tidak bergantung kepada dosen atau tutor.

”Penggunaan internet untuk pembelajaran, registrasi, dan tutorial online sudah bisa diakses. Kendalanya, tidak semua daerah terjangkau internet dan tidak semua mahasiswa mampu menggunakan komputer,” katanya.

Tian Belawati, Pembantu Rektor I Bidang Akademik UT, menjelaskan, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar masih rendah, terutama di kalangan mahasiswa yang bekerja sebagai guru. Baru sekitar 6.000 mahasiswa UT memanfaatkan tutorial online.

Sertifikasi Guru Perlu Dibenahi

Jumat, 9 Januari 2009 | 19:59 WIB

JAKARTA, JUMAT — Pelaksanaan uji sertifikasi bagi guru dalam jabatan perlu segera dibenahi supaya tidak merugikan hak-hak para pendidik. Karena itu, pemerintah perlu memperbaiki kinerja penyelenggaraan uji sertifikasi guru secara efektif dan efisien sehingga sekitar 2,7 juta guru di seluruh Indonesia bisa menjadi guru profesional pada 2015.

Pembenahan untuk uji sertifikasi guru ini perlu dilakukan mulai dari pemerintah hingga lembaga pendidik dan tenaga kependidikan atau LPTK yang menilai portofolio guru. "Jangan sampai karena kinerja yang lambat, justru guru yang dirugikan. Banyak para guru yang akhirnya tidak mendapat tunjangan sertifikasi satu kali gaji per bulan yang tidak utuh," kata Sulistiyo, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) Swasta Se-Indonesia yang dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/1).

Menurut Sulistiyo yang juga Rektor IKIP PGRI Semarang, pemerintah harus bisa menyelesaikan uji sertifikasi untuk guru sebelum akhir tahun supaya pada awal tahun berikutnya guru sudah bisa mendapatkan tunjangan profesi karena telah memiliki sertifikat guru profesional seperti yang disyaratkan Undang-undang Guru dan Dosen. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan uji sertifikasi, mulai dari penyerahan portofolio, penilaian, pengumuman, hingga penyerahan sertifikat pendidik sering terlambat dari target waktu yang ditetapkan.

"Perlu juga ditambah lagi LPTK penyelenggara sertifikasi supaya pelaksanaannya berkualitas dan sesuai jadwal. Pemilihan LPTK ini harus yang memenuhi kualifikasi supaya guru profesional yang dihasilkan memang sesuai yang dibutuhkan untuk perbaikan mutu pendidikan saat ini," kata Sulistiyo.

Adapun untuk pendidikan profesi guru yang akan dimulai tahun ini, kata Sulistiyo, pesertanya harus diutamakan dari lulusan LPTK. Hanya untuk guru bidang studi yang memang sulit ditemukan di LPTK saja yang seharusnya dibuka untuk lulusan perguruan tinggi umum. "Ini supaya tidak jadi preseden jika profesi guru hanya untuk mereka yang sulit mencari pekerjaan lain. Profesi guru harus lahir dari orang-orang yang siap menjadi guru berkualitas," jelas Sulistiyo.

Achmad Dasuki, Direktur Profesi Pendidik Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas, mengatakan, pembenahan untuk uji sertifikasi guru terus dilakukan. Supaya tidak lagi tersentral di Depdiknas, pelaksanaan sertifikasi diserahkan kepada pemerintah provinsi.



Ester Lince Napitupulu

Guru Belajar untuk Kreatif Ajarkan Ilmu Sosial

Sabtu, 17 Mei 2008 | 09:22 WIB

JAKARTA, SABTU - Untuk meningkatkan kreativitas para guru-guru dalam mengajarkan mata pelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah, Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan Workshop Nasional 'Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial Di Sekolah' di Jakarta, Sabtu (17/5).

Menurut Ketua Panitia Workshop, Djafar, workshop sehari ini diikuti oleh para guru ilmu sosial dari SD, SMP hingga SMA dari seluruh nusantara. "Di tengah maraknya sertifikasi guru, kami harap guru-guru yang ikut dapat meluruskan niat, dengan antusiasme yang besar, untuk mengembangkan diri dan bukan hanya menanti-nanti sertifikat," ujar Djafar.

Workshop ini akan membahas dua topik besar dalam pembelajaran ilmu sosial, seperti transdisiplinaritas ilmu-ilmu sosial dalam pendidikan di sekolah serta model-model pembelajaran ilmu-ilmu sosial di sekolah dengan menghadirkan dua pakar pendidikan, yaitu Conny R. Semiawan dan Diana Nomida Musnir.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UNJ Ahmad Hussein mengatakan bahwa workshop ini juga diadakan sebagai bagian dalam rangkaian acara Pekan Ilmu Sosial FIS UNJ. "Guru yang baik adalah guru yang mau terus belajar. Daripada mikirin sertifikat, lebih baik berfokus bagaimanakah mendidik generasi muda sehingga masa Indonesia emas 2050 realistis untuk kita canangkan," tukas Ahmad.

Banyak Guru Belum Paham Paradigma Pembelajaran

Sabtu, 17 Mei 2008 | 11:43 WIB

JAKARTA,SABTU - Pergeseran paradigma proses pendidikan, menurut pakar pendidikan Diana Nomida Musnir, agaknya belum dipahami sepenuhnya oleh para pendidik di Indonesia. Perubahan paradigma dari 'pengajaran' ke 'pembelajaran' merupakan perpindahan pusat proses pendidikan dari guru ke murid, dari transfer pengetahuan ke transformasi pengetahuan. Pasalnya, guru sendiri belum siap dengan kondisi ini.

"Misalnya, akhir-akhir ini karena ramai isu kenaikan BBM, kita sering dengar istilah 'barrel' tapi nggak paham tentang istilah itu," ujar Diana dalam Workshop Nasional Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial Di Sekolah di Jakarta, Sabtu (17/5). Diana sempat menanyakan makna 'barrel' ke para peserta workshop namun ternyata banyak yang tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, menurut Diana, perubahan paradigma tersebut meminta para guru untuk memperkaya diri terlebih dahulu sehingga anak didik memperoleh wawasan yang kaya pula.

"Bagaimana kita mengharapkan anak didik kita utuh kalau kita sendiri tidak utuh dan tidak belar untuk utuh? Ini bisa dapat dicapai bukan dengan pembelajaran monodisiplin, multi maupun inter, tapi transdisiplin," ujar Diana. Selain itu, pada faktanya kebutuhan murid belum dijadikan sentral oleh para guru supaya potensi murid dapat digali secara optimal. "Kita ini adalah pelayan anak. tapi sampai sekarang ini, kita banyakan menuntun anak atau malah menuntut," tandas Diana.

Proses pembelajaran harus dikembangkan menggunakan prinsip pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, atau yang biasa disebut PAKEM. Secara aktif, guru harus belajar memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang atau mempertanyakan siswa. Secara kreatif, guru harus mampu mengembangkan kegiatan yang beragam dengan alat bantu yang sederhana.

"Tantangan biasanya adalah alat bantu yang mahallah atau apa, tapi sebenarnya guru bisa mulai dengan sederhana, memanfaatkan apa yang ada di sekitar kita untuk menantang murid kreatif. Murid yang kreatif itu yang bisa merancang membuat sesuatu, menulis dan mengarang," tukas Diana.

Sedangkan untuk membuat sesuatu yang menyenangkan, guru harus belajar untuk tidak membuat anak takut ketika salah atau tidak menganggapnya remeh. Caranya yang sederhana, menurut Diana, melalui raut muka yang tidak segera berubah ketika anak salah menjawab sehingga anak tersebut tidak takut lagi mengeluarkan pendapatnya dalam kesempatan lain.

LIN

DPRD Kupang Setuju Pengadaan Laptop untuk Sekolah

Rabu, 22 Oktober 2008 | 06:12 WIB

KUPANG, RABU - Dewan Perwakilan (DPRD) Kabupaten Kupang mengalokasikan anggaran senilai Rp 4,2 miliar untuk pengadaan 364 laptop (komputer mini) bagi siswa sekolah dasar (SD) - Sekolah Menengah Atas (SMA) di kabupaten itu.

Melitus Ataupah, anggota panita anggaran DPRD Kupang di Kupang, Rabu (22/10) mengatakan, pengadaan laptop ini sebaiknya melalui tender, atas kerjasama dengan sekolah masing masing sebagai satuan kerja. Pengadaan laptop tidak dipusatkan di dinas pendidikan. "Panitia anggaran DPRD minta agar pengadaan laptop ini dalam pengawasan yang ketat sehingga spesifikasi dan harga laptop sesuai standar yang ditetapkan, dan penggunaannya sesuai kebutuhan siswa dan sekolah," kata Ataupah.

Para siswa sudah saatnya mengenal dan mengoperasikan komputer. Tetapi mereka harus dibimbing sehingga tidak menyalahgunakan sarana tersebut untuk proses pembelajaran dan peningkatan sumber daya. Untuk tahap pertama diprioritaskan bagi sekolah dan siswa di wilayah yang ada listrik dan jaringan telepon. Sekolah sekolah terpencil yang belum ada listrik dan telepon akan dibicarakan kemudian. Pengadaan laptop itu masuk dalam dokumen pengguna anggaran sekolah. Dana Rp 4,2 miliar bersumber dari anggaran belanja tambahan 2008.

KOR

Portal Pembelajaran Online untuk Sekolah

Selasa, 31 Maret 2009 | 20:56 WIB



JAKARTA, KOMPAS.com- Portal pembelajaran online yang terlindungi dan bisa dipakai sebagai alat pembelajaran bagi guru dan siswa di sekolah maupun lintas negara disediakan secara gratis oleh Oracle Education Fopundation. Sekolah bisa bergabung dengan platform ThinkQuest milik Oracle Foundation Education yang menyediakan program teknologi pembelajaran yang sudah dipakai dari TK -SMA di seluruh dunia secara gratis.



Sebagai langkah untuk mempercepat penggunaan ThinkQuest, Oracle Education Foundation menandatangani nota kesepahaman dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Selasa (31/3). Kesepakatan ini meliputi pelatihan guru untuk bisa mengimplementasikan pembelajaran dengan memanfaatkan ThinkQuest.





Taufik Yudi Mulyanto, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi bisa membantu untuk terciptanya proses belajar mandiri oleh siswa. DKI Jakarta sendiri bertekad untuk bisa meningaktkan mutu pendidikan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.



Taufik mengatakan, di semua SMA/SMK negeri di Jakarta sudah tersambung jaringan internet. Di swasta, sekitar 70 persen sudah menggunakan fasilitas internet. Di akhir tahun ini, semua SMP dan SMA/SMK sudah terhubung ke jaringan internet.



Adi J Rusli, Managing Director Oracle Indonesia, menjelaskan pelajar Indonesia sejak tahun 2006 sudah menggunakan ThinkQuest untuk meningkatkan pembelajaran di dalam kelas. "ThinkQuest menganjurkan kerjasama tim, kolaborasi, dan mengerti kebudayaan pelajar lain. Kemampaun tiu snagat dibutuhkan pada ekonomi berbasis pengetahuan di masa sekarang ini," kata Adi.





Di Indonesia, sampai saat ini sudah 690 sekolah yang bergabung dengan anggota 13.375 siswa dan guru. Untuk pendaftaran bisa mengakses di www.thinkquest.org atau www.oraclefoundation.com

ELN

Sejak Dini Anak Perlu Belajar Bertanggung Jawab

Minggu, 16 November 2008 | 13:15 WIB

JAKARTA, MINGGU - Menjadi manusia utuh adalah cita-cita setiap manusia. Kita tak ingin agar hidup kita tidak seimbang atau berat sebelah. Sejak masih dini, usia sekolah, anak-anak harus bisa belajar menyeimbangkan aspek-aspek dalam hidupnya.

Di masa ini, anak-anak perlu diajari bagaimana menjalani hidup dalam masyarakat, dalam sebuah komunitas. Sekolah adalah tempat yang paling mewakili, karena sebagian besar aktivitas anak-anak, dari Senin sampai Minggu ada di tempat ini.

"Karena itu, dengan acara Gonzaga Science and Art (GSA) ini, anak-anak dapat belajar bagaimana mengelola sesuatu. Anak-anak perlu belajar bahwa menggunaka sesuatu barang itu ada prosedurnya, tidak asal ambil saja, misalnya begitu," ujar Isharmanto, penanggung jawab Gonzaga Science and Art, di SMU Gonzaga, Jakarta, Minggu (14/11).

Dengan belajar mengelola sebuah acara, harapannya, jelas Isharmanto, di kemudian hari anak-anak dapat menerapkannya dalam kegiatan mereka di keluarga dan masyarakat tempat mereka tinggal.

Tentu saja, pengajaran ini juga dalam rangka mendidik mereka untuk bisa bertanggung jawab terhadap segala hal yang dibebankannya.

"Karena itu, acara GSA ini tidak menabrak kegiatan belajar mengajar. Acara sekolah tetap berlangsung. Sementara GSA dijalankan setelah anak-anak menyelesaikan urusan sekolah. Dari jam dua sampai lima sore." jelas Isharmanto.

Gonzaga Science and Art merupakan festival seni dan pengetahuan yang berisi komptesisi berbagai kemampuan seni dan pengetahuan seperti paduan suara, puisi, band, game, desain poster, seni mural di SMU Gonzaga, Jakarta Selatan.

Berlangsung dari hari Minggu (14/11) hingga Sabtu (22/11), acara yaang sudah tiga kali diadakan ini diikuti sekitar 34 sekolah menengah umum di Jakarta

Sayang, Banyak Anak Cerdas Indonesia Diabaikan!

Senin, 2 Februari 2009 | 17:17 WIB

ANAK-anak cerdas istimewa ber-IQ di atas 125, yang jumlahnya di Indonesia sekitar satu juta anak, hingga saat ini terkesan masih diabaikan. Seharusnya, pengembangan keunggulan anak-anak cerdas dan berbakat istimewa ini mendapat perhatian serius pemerintah.

”Negara mestinya ’bernafsu’ melihat anak-anak berbakat ini. Maksudnya, ada keinginan kuat dan serius untuk bisa membantu pengembangan mereka demi kepentingan bangsa juga pada masa depan,” kata Yohanes Surya, Ketua Yayasan Tim Olimpiade Fisika Indonesia, pekan lalu.

Menurut Yohanes, Indonesia memiliki anak-anak cerdas dengan IQ 125 ke atas dalam jumlah yang signifikan. Potensi ini seharusnya tidak disia-siakan. ”Jika perlu, anak-anak berbakat ini dijadikan sebagai anak negara. Persiapkan mereka dengan baik sehingga pergi ke mana pun ke perguruan tinggi ternama di luar negeri, misalnya, keunggulan mereka muncul. Nama Indonesia juga kan yang harum,” ujar Rektor Universitas Multimedia Nusantara ini.

Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, di Jakarta, secara terpisah, mengatakan, harus ada kelenturan dalam kurikulum pendidikan di negara ini. Sekolah jangan hanya mengejar kemampuan akademik dengan mengorbankan pengembangan karakter dan kreativitas setiap anak.

”Meskipun tanpa lembaga khusus, sebenarnya anak istimewa ini bisa ditemukan dan dikembangkan potensinya. Ujung tombaknya ada di guru, apakah mereka mampu melihat potensi setiap anak. Lalu, memberikan treatment yang tepat untuk bisa memunculkan keistimewaan anak tersebut,” ujar Seto.

Menurut Seto, dukungan untuk anak berbakat ini jangan sebatas kepada mereka yang cerdas secara akademik dalam bidang sains semata. Anak-anak yang punya bakat menonjol dalam bidang seni dan olahraga juga harus diberi kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan terbaik.

Seto mengatakan, anak-anak cerdas itu bukan hanya sekadar IQ yang tinggi, tetapi juga punya tingkat kreativitas yang baik, serta memiliki komitmen tugas seperti disiplin dan tidak mudah menyerah.

Secara terpisah, Direktur Pendidikan Luar Biasa Departemen Pendidikan Nasional Eko Djatmiko mengatakan, pelayanan pendidikan bagi anak cerdas dan berbakat istimewa harus mempunyai semacam pusat evaluasi dan pendampingan dari pakar. ”Itu agar tidak terjadi salah diagnosa terhadap anak yang diperkirakan mempunyai potensi cerdas dan berbakat istimewa,” katanya dalam seminar yang diselenggarakan Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas/Berbakat Istimewa, Sabtu (31/1) di Jakarta. (ELN/INE)

Sudah Saatnya Kembangkan E-learning di Indonesia

Sabtu, 5 Juli 2008 | 07:47 WIB

Laporan Wartawan Kompas, R Adhi Kusumaputra

JAKARTA, SABTU - Presiden Direktur PT Aplikanusa Lintasarta, Noor SDK Devi (47) berpendapat, sudah saatnya di Indonesia dikembangkan program belajar e-learning. Kerja sama yang dijalin perusahaan penyedia jaringan ini dengan PT Medialand International dan PT Danawa Indonesia, kata Noor, akan memanfaatkan program jarak jauh dengan proses belajar yang interaktif.

"Dengan e-learning, semua bisa belajar di mana saja dan kapan saja, tidak tergantung waktunya. Bisa saat sedang travelling. Bisa juga saat bekerja sehingga tak perlu meninggalkan kantor. Program e-learning lebih luwes. Bahkan siswa atau mahasiswa bisa mengambil kredit lebih banyak," kata Noor SDK Devi, yang mengaku awalnya bercita-cita menjadi guru Taman Kanak-Kanak.

Menurut Noor, Gramedia dapat menjadi motor utama program e-learning karena sumber daya yang luar biasa sudah tersedia. Dengan e-learning, program mencerdask an bangsa dapat dikembangkan. Sebab tidak hanya untuk SD, SMP, SMA tetapi juga untuk mendapatkan gelar S1, S2 bahkan S3 sekalipun.

"Modul e-learning tergantung pada pengelola dan disesuaikan dengan kurikulum. Misalnya Gramedia kerja sama dengan MIT, atau dengan ITB, UI," kata perempuan yang bernama lengkap Noor Suseno Drupadi Krishna Devi itu. Noor menambahkan, program ini semacam virtual university dan jumlah mahasiswanya bisa banyak.

PT Lintas Media Danawa, anak perusahaan baru dari tiga perusahaan besar itu, juga akan mengembangkan bisnis game online . Bentuknya beragam dan sangat canggih. Game online ini bisa dilakukan antarnegara.

KSP

Kurikulum Harusnya Bisa Prediksi SDM Masa Depan

Kamis, 20 November 2008 | 18:46 WIB

BANDUNG, KAMIS — Kurikulum tingkat satuan pendidikan yang saat ini diterapkan perlu dievaluasi. Idealnya, kurikulum itu juga mampu memprediksi kebutuhan tenaga kerja di masa depan seperti halnya diterapkan di Malaysia dan sejumlah negara maju lainnya.

Demikian pokok pemikiran yang muncul dalam Seminar Pengembangan Model Evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Kamis (20/11) di Gedung JICA Universitas Pendidikan Indonesia. Hadir pembicara pakar kurikulum dari UPI, Universiti Malaya, Malaysia, dan Pusat Kurikulum Depdiknas RI.

Said Hamid Hasan, pakar kurikulum UPI, mengatakan, kurikulum adalah suatu hal yang bersifat dinamis. Menyesuaikan kebutuhan dan tren zaman. "Untuk itu, tidak ada salahnya kurikulum tiap periode disesuaikan. Kalau ganti menteri tidak ganti kurikulum, itu namanya menteri bodoh," ucapnya.

Hanya, kurikulum itu hendaknya tidaklah sekedar menitikberatkan aspek kognitif, apalagi yang sifatnya hanya ingatan dan komprehensi (comprehension) semata. "Inikan suatu masalah. Murid tidak diuji bagaimana memahami. Pendidikan moral misalnya, itu mesti lebih diarahkan ke kognisi. Isinya definisi-definisi. Tetapi, bagaimana caranya agar mereka bisa mengembangkan nilai-nilai itu dalam praktik, nyaris tidak ada," tuturnya.

Di dalam seminar ini, pakar kurukulum dari Malaysia, Saidah Siraj dan Zhaharah Husein berpendapat, di masa-masa mendatang, aspek softskill jauh dibutuhkan daripada kemampuan teknis dan kecerdasan SDM. Softskill yang berupa penguasaaan komunikasi, watak baik, dan kecerdasan emosional, menjadi hal unik yang membedakan dengan SDM lainnya. "Di tempat kami, siswa sejak dini diajarkan softskill dan entrepenurship," tutur Zhaharah.

Bahkan, seperti halnya di Amerika Serikat dan Qatar, pakar-pakar di Universiti Malaya kini tengah merancang kurikulum masa depan yang menggunakan bantuan sistem Delphie dan Cross Impact Analysis (CIA). Sistem ramalan kurikulum i ni biasa diterapkan di bisnis sekuritas dan militer di AS.

Dalam tahap awal, ucap Zharahah, tim pengembang menemukan kesimpulan awal bahwa bentuk pekerjaan di masa depan (10-15 tahun ke depan) bergantung pada kondisi ekonomi bangsa, pasar SDM akan makin berkurang akibat kemajuan teknologi. "Mereka pun menyimpulkan, pendidikan di tingkat dasar (taman kanak-kanak) jauh lebih penting daripada perguruan tinggi. Makanya, di Malaysia sekarang, iuran untuk pre school (TK) bisa tiga kali lipat lebih mahal dari universitas," ucapnya.

Hermana Soemantrie, dari Pusat Kurikulum Depdiknas RI membenarkan, KTSP setelah diterapkan dua tahun perlu dievaluasi efektivitasnya. Namun, terbatasnya pakar dalam bidang evaluasi kurikulum menjadi salah satu kendala.

Remaja Indonesia Minim Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Rabu, 3 September 2008 | 17:52 WIB

DENPASAR, RABU - Remaja Indonesia masih minim mendapatkan pengetahuan tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi, karena untuk penyampaian informasi mengenai hal itu masih dianggap tabu.

"Selain itu belum ada kurikulum kesehatan reproduksi dan pelayanan yang ramah terhadap remaja. Kita juga belum memiliki undang-undang yang mengakomodir hak-hak remaja," kata Ketua Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Propinsi Bali, dr Made Oka Negara di Denpasar, Selasa.

Ia mengatakan, pihak Depdiknas dalam kurikulum nasional 1994 telah menyetujui pendidikan kesehatan reproduksi remaja diberikan secara umum melalui mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan, IPA serta Agama. Tetapi secara khusus masih sedikit yakni sekitar dua jam dalam seminggu.

"Kenyataan pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang telah dituangkan dalam kurikulum nasional tersebut belum sepenuhnya dapat berjalan dalam proses belajar-mengajar," katanya.

Hal tersebut juga disebabkan karena ketidaksiapan tenaga pendidik, terbatasnya bahan pelajaran bagi guru, masih dianggap tabu dan banyaknya hambatan kultural.

"Sehingga perlu sekali terobosan yang dilakukan baik lewat jalur kurikuler, ekstrakurikuler maupun kegiatan khusus kerjasama dengan lembaga lain," ucapnya.

Menurutnya, permasalahan kesehatan reproduksi remaja sangat penting dan aset masa depan, tetapi remaja justru berada dalam periode transisi yang penuh gejolak.

"Masalah itu disebabkan minimnya sarana dan prasarana dan kurangnya melibatkan remaja dalam setiap kegiatan yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional maupun KSM terkait," kata Oka Negara.

ABD
Sumber : Antara

Konservasi Heritage Masuk Kurikulum SD

Minggu, 24 Agustus 2008 | 22:32 WIB

SAWAHLUNTO, MINGGU - Badan Pelestarian Pusaka Indonesia atau Indonesian Heritage Trust bekerja sama dengan The Netherlands Institute of Heritage menandatangani kerja sama untuk memasukan kurikulum pendidikan konservasi warisan sejarah atau pusaka untuk pendidikan dasar di Indonesia. Upaya ini merupakan respon atas tingginya tingkat kerusakan pusaka di Indonesia akibat ketidakpedulian.

Menurut Ketua Dewan Pimpinan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) Setyanto P Santosa tingkat kepedulian terhadap pusaka atau warisan sejarah (heritage) bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Menurut dia, yang paling memprihatinkan ketidakpedulian masyarakat ebih banyak karena sejak awal mereka tak pernah diperkenalkan dengan pentingnya upaya pelestarian atau konservasi warisan sejarah.

Institusi pendidikan saat ini justru meniadakan banyak pelajaran tentang pentingnya pelestarian pusaka. "Bahkan mata pelajaran sejarah justru makin dikurangi. Padahal pemahaman akan pusaka justru membantu apresiasi masyarakat teradap apa yang ditinggalkan pendahulunya," ujar Setyanto di Sawahlunto, Minggu (24/8).

BPPI bersama The Netherlands Institute of Heritage lanjut Setyanto sudah memulai program pendidikan budaya dalam pendidikan dasar di Indonesia sejak Mei lalu. Dipilihnya The Netherl ands Institute of Heritage karena lembaga ini memiliki pengalaman dalam upaya konservasi pusaka di negeri Belanda. Selain itu, terkait dengan sejarah kedua negara yang memiliki beberapa pusaka bersama. Berbagi pusaka bersama juga menjadi prioritas pemerintah di kedua negara.

Menurut Setyanto, membangun kesadaran sejak awal, terutama pada anak didik merupakan langkah awal pelestarian pusaka di Indonesia. BPPI juga tak mau menyalahkan pemerintah begitu saja, karena kami yang sejak awal tahu betapa pentingya kesadara akan pelestaria n pusaka belum mengingatkan. "Sekarang ini dengan mencoba memasukkan kurikulum konservasi pusaka pada sekolah dasar, kami anggap sebagai bentuk pengingatan kami akan pentingnya upaya itu," kata Setyanto.

Dia meyakini, jika sejak awal anak didik sudah diberikan pemahaman tentang pentingnya upaya pelestarian, ancaman terhadap kerusakan pusaka seperti terjadi di banyak tempat di Indonesia bisa dicegah. Kurikulum yang dirancang BPPI untuk pendidikan pelestarian pusaka merupakan pendekatan pengajaran dan pembelajaran menggunakan informasi yang tersedia, seperti gedung bersejarah hingga bekas tambang batubara yang dibangun pada masa kolonial.

Melalui The Netherlands Institute of Heritage, BPPI mencoba mempopulerkan model pendidikan dasar tentang pelestarian pusaka, yang berhasil diterapkan di Belanda. Yogyakarta dipilih sebagai kota yang menjadi pilot program untuk kerja sama ini.

Pada tahap awal, guru-guru sekolah dasar akan diberikan materi pelatihan tentang pelestari an pusaka. Pusat kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata dan Dinas Pendidikan Provinsi Yogyakarta akan dilibatkan dalam penyusunan manual pelatihan.

Praktisi pelestarian pusaka dari Belanda Cor Passchier mengungkapkan, Indonesia bisa mencontoh keberhasilan pengelolaan kota-kota lama di Belanda yang tetap mempertahankan keaslian pusaka kota. Menurut dia, ketidaktahuan tentang pengelolaan pusaka kota, semakin membuat banyak pusaka hancur karena pembiaran.

Khaerudin

Tanaman Obat dan Manfaat Jamu Perlu Masuk Kurikulum Sekolah

Kamis, 11 Desember 2008 | 15:55 WIB

JAKARTA, KAMIS - Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) meminta materi tentang pengenalan tanaman obat dan pengetahuan manfaat jamu dicantumkan dalam kurikulum wajib di lembaga pendidikan.

"Kami mengharapkan melalui lembaga pendidikan yang dikelola Departemen Kesehatan seperti Akademi Perawat, Akademi Kesehatan, dicantumkan kurikulum wajib tentang pengenalan tanaman obat sekaligus pengetahuan manfaat jamu," kata Ketua Umum GP Jamu, DR Charles Saerang, di Jakarta, Kamis (11/12).

Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional GP Jamu 2008 yang dihadiri sejumlah pejabat dan para pengusaha jamu dari seluruh Indonesia.

Charles mengatakan, kurikulum wajib tersebut diharapkan pula diisi penjelasan tentang berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh berbagai instansi penelitian.

"Dengan begitu siswa atau mahasiswa di sekolah atau akademi tersebut dapat mengikuti perkembangan dunia usaha jamu," katanya.

Upaya itu juga perlu dilakukan untuk memperkenalkan produk-produk jamu yang berkhasiat dalam peningkatan kesehatan rakyat.

"Kami menyadari perlunya sumber daya manusia yang handal khususnya di bidang kesehatan," katanya.

Sebab hingga kini faktanya di lapangan, belum banyak tenaga kesehatan yang mengenal khasiat tanaman obat apalagi peran produk jamu bagi kesehatan masyarakat.

Sampai saat ini tercatat 30.000 jenis tumbuhan yang hidup di Indonesia dan hanya kurang dari 1.000 jenis yang diketahui berkhasiat obat. Dari 1.000 jenis itu hanya sekitar 300 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh industri jamu dan 50 spesies telah dibudidayakan secara komersial.

Charles menilai fakta itu menjadi potensi tersendiri bagi Indonesia termasuk SDM di Tanah Air untuk mengembangkan jamu sebagai salah satu produk unggulan bangsa.

ABD
Sumber : Antara

Pendidikan Indonesia Tak Ajari Siswa Wirausaha

Rabu, 25 Februari 2009 | 20:44 WIB
Laporan wartawan Lukas Adi Prasetyo

SLEMAN, RABU - Proses pendidikan di negeri ini tidak mendidik orang mempunyai cukup bekal berwirausaha. Itu karena siswa dan mahasiswa jarang sekali disentuhkan dengan beban risiko, ambiguitas, dan ketidakpastian, yang notabene adalah kenyataan hidup.

Hal itu disampaikan pengajar Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) yang juga mantan rektor UAJY Slamet S Sarwono, Rabu (25/2), dalam diskusi Menjawab Tantangan Global Dari Jogja Melalui Nilai Budaya Imlek, di UAJY.

Siswa dan mahasiswa mengejar nilai, dosen gampang memberikan nilai A dan B, dan orang tua puas jika rapor dan prestasi akademik anaknya bagus. "Hasil angka yang bagus, tak mendidik anak untuk punya mental bagus kala menghadapi risiko," ujarnya.

Slamet bercerita bahwa ketika ia mengambil gelar doktor di luar negeri, pernah melihat sejumlah temannya yang pulang tanpa membawa gelar. "Di sini, ketika orang mengambil gelar doktor, pasti dapat. Tapi di universitas-universitas luar negeri, belum tentu," ujarnya.

Pegawai negeri sipil (PNS) di luar negeri, kualitasnya jauh dibanding PNS Indonesia. PNS di Kantor Imigrasi Malaysia misalnya, sigap dan aktif melayani. Tak heran jika negara itu maju . Bukan karena penduduknya sedikit maka negaranya maju, tapi karena karakter dan mental warga di sana sudah terbentuk sejak di bangku sekolah, katanya.

Sementara di Indonesia, status sebagai PNS yang mendudukkan orang menjadi tenaga kerja dengan beban kerja nyantai, tanpa parameter pengawasan ketat, dan tanpa resiko dikeluarkan dari pekerjaan, membuat PNS amat kurang punya mental melayani dan berwirausaha.

2009, Depag Rehabilitasi 24.650 Ruang Kelas Madrasah

Kamis, 15 Januari 2009 | 19:01 WIB

Laporan wartawan Kompas Yurnaldi

JAKARTA, KAMIS — Untuk mencapai hasil pendidikan yang optimal harus didukung sarana dan prasarana pendidikan yang baik. Oleh karena itu, pada tahun 2009 Departemen Agama (Depag) akan merehabilitasi semua ruang kelas belajar yang rusak pada Madrasah Ibtidaiyah yang jumlahnya mencapai 24.650 ruang kelas, dengan unit cost per ruangan Rp 92,5 juta.

Menteri Agama M Maftuh Basyuni mengatakan, pihaknya tidak hanya memperbaiki ruang kelas yang rusak, tetapi juga akan membangun madrasah bertaraf internasional minimal satu unit pada setiap provinsi mulai tahun ini. "Bahkan, untuk memacu prestasi belajar anak didik, Depag akan alokasikan beasiswa bagi 1.198.000 siswa dan 66.700 mahasiswa," ujarnya, Kamis (15/1) di Jakarta.

Maftuh menjelaskan, untuk beasiswa unit cost-nya berbeda-beda. Siswa miskin MI mendapat beasiswa Rp 360.000. Siswa miskin Mts Rp 720.000. Siswa MI anak PNS golongan I, II, dan Tamtama TNI/Polri Rp 250.000. Unit cost siswa Mts PNS golongan I, II, dan Tamtama TNI/Polri Rp 350.000. Unit cost siswa miskin MA Rp 760.000, sedangkan bagi siswa MA anak PNS golongan I, II, dan Tamtama TNI/Polri Rp 700.000.

Sementara unit cost siswa MA daerah terpencil/tertinggal Rp 1,2 juta. Unit cost untuk mahasiswa Rp 1,2 juta, santri berprestasi Rp 3 juta, dan unit cost untuk mahasiswa di luar negeri Rp 15 juta.

Depag, lanjut Maftuh, akan meningkatkan kualifikasi guru melalui tiga skema. Pertama, bantuan bagi guru yang mengikuti program S1 secara mandiri. Kedua, beasiswa bagi guru untuk mengikuti pendidikan S1 secara penuh melalui pendidikan reguler, dan ketiga, memberikan beasiswa bagi guru dalam jabatan melalui program dual mode system, yang mengombinasikan kegiatan tatap muka dan pembelajaran melalui modul. "Kepada guru yang sudah lulus sertifikasi, tunjangan profesi guru akan dibayarkan mulai tahun 2009 sebesar satu kali gaji pokok," tandasnya.

Menurut Maftuh, kontribusi pendidikan Islam terhadap Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan nasional mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, APK MI/Salafiyah Ula mencapai 16 persen, APL MTs/Salafiyah Wustha mencapai 23 persen, dan APK MA mencapai 7,51 persen. "Jumlah total lembaga pendidikan Islam mulai jenjang pendidikan anak usia dini hingga jenjang perguruan tinggi pada tahun 2008 mencapai 85.911 lembaga, dengan total peserta didik 11.531.028 orang," jelas Menteri Agama itu.

Yurnaldi

UN Harus Diikuti Peningkatan Sarana dan Prasarana Sekolah

Senin, 7 April 2008 | 15:44 WIB

JAKARTA, SENIN - Ujian Nasional (UN) sebagai standar mutu pendidikan hendaknya diikuti dengan peningkatan sarana dan prasarana sekolah serta tenaga guru. Jika tidak standar mutu yang ditetapkan selalu minimalis. Demikian komentar Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komarudin Hidayat terhadap UN saat ditemui dalam acara peluncuran Program Open, Distance and E-Learning untuk Transformasi Masyarakat Islam Melalui Pesantren di Hotel Nikko, Jakarta, Senin (7/4).

"Menurut saya jika penetapan standar tidak diikuti fasilitas sarana dan guru, maka implikasinya UN standarnya tidak naik-naik, selalu minimalis, selalu kalah bersaing dengan negara lain," kata Komarrudin.

Penyelenggaraan UN tanpa melengkapi sarana dan prasarana di seluruh wilayah Indonesia, lanjut Komarrudin juga merupakan ketidakadilan bagi mereka yang tidak memiliki fasilitas dan tenaga guru yang memadai. "Seperti sekolah-sekolah di daerah terpencil yang bangunannya tidak layak, gurunya cuma satu, sekolahnya bocor, kalau diperlakukan sama, yah kasihan," katanya.

Saat ditanya tentang pro kontra UN dijadikan sebagai syarat kelulusan, Komarrudin menjawab, "Karena (UN) sudah berjalan, kita ikuti saja, lalu disurvei plus-minusnya. Kalau saya belum bisa (memilih pro atau kontra) karena saya belum punya data-data yang akurat. Kita nggak bisa ngomong pernyataan politik tanpa ada data yang akurat, kalau selama ini kecenderungan orang kan hanya opini."

Sementara itu, Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo mengatakan saat ini tidak ada keresahan dalam masyarakat mengenai UN, semua pihak mendukung. "Tidak ada keresahan, yang ada kesigapan. Saya baca dimana-mana, baik koran pusat dan daerah, pemerintah daerah maupun orang tua supaya memberikan dukungan yang resahkan cuma wartawan," ujarnya.

SARANA DAN PRASARANA SEKOLAH MODEL UNGGULAN DI DKI JAKARTA

Beberapa Butir Pertimbangan 1
oleh
Prof.Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc.
A. Latar Belakang Pemikiran
1. Sarana dan prasarana sekolah adalah salah satu komponen dalam sistem
sekolah. Oleh karena itu keberadaannya harus selaras dengan komponen yang
lain, dan ditentukan berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan di sekolah.
2. Tidak ada satupun model yang memenuhi syarat untuk semua macam fungsi
dan tujuan pendidikan. SMU Ragunan misalnya berfungsi dan bertujuan untuk
melahirkan olahragawan yang unggul (aspek kinestetik). Pesantren Modern
Gontor berfungsi dan bertujuan untuk melahirkan untuk melahirkan keunggulan
dalam aspek spiritual dan sosial. Ke duanya memerlukan sarana &
prasarana yang berbeda.
3. Menurut teori multi inteligensi oleh Gardner, ada 10 jenis inteligensi yang ada
pada manusia, yaitu : bahasa, logikal-matematikal (akademik), musikal,
kinestetik, spasial, interpersonal, intrapersonal (sosial), natural, spritual, dan
eksistensial.
4. Keunggulan dalam aspek tertentu harus dilandaskan pada basis (kemampuan
dasar) yang sama dan perlu ditunjang oleh aspek inteligensi lain yang dianggap
perlu. Sarana dan prasarana perlu dikembangkan sesuai dengan pengembangan
aspek kemampuan yang diinginkan.
B. Pendekatan Pemikiran
1. Tujuan pendidikan untuk pengembangan potensi peserta didik secara optimal,
menyiratkan bahwa hasil (berkembangnya kemampuan optimal) pendidikan
lebih diutamakan dari proses diselenggarakannya pendidikan itu. Proses
pendidikan dapat dilangsungkan sesuai dengan kondisi lingkungan dan
karakteristik peserta didik, pada saat yang diperlukan (kapan saja), mengenai
materi yang serasi dengan kebutuhan (apa saja), serta dengan cara apa saja.
2. Penyelenggaraan proses pendidikan perlu dilakukan secara fleksibel dan
terbuka sehingga memungkinkan integrasi antara pendidikan sekolah dengan
luar sekolah, dan pendidikan umum dengan pendidikan kejuruan. Proses yang
fleksibel dan terbuka ini juga memungkinkan berkembangnya berbagai pola
belajar-pembelajaran, dimana peserta didik dapat belajar mandiri, belajar jarak
jauh, belajar di rumah (home-schooling), dan belajar dengan memanfaatkan
teknologi komunikaksi dan informasi.
3.Kegiatan belajar-pembelajaran perlu dilaksanakan untuk mengembangkan
kemandirian, sikap tanggung jawab dalam belajar dan mengemukakan
pendapat, berpikir secara teratur, kritis, disiplin, dan keberanian dalam
mengambil keputusan.
4. Agar supaya program belajar-pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif
dan efisien, diperlukan terciptanya lingkungan dan suasana yang menyenangkan
dan merangsang.
5. Lingkungan yang menyenangkan dan merangsang meliputi :
a. lingkungan fisik yang teratur dan tertib;
b. cahaya (penerangan) yang cukup;
c. suara yang tidak hingar-bingar;
d. temperatur yang tidak terlalu panas;
e. udara segar (tidak pengap);
f. tempat duduk yang enak dan mudah bergeser;
g. kesempatan bergerak yang leluasa (tidak sempit dan berdesakan);
h. pemandangan selaras;
i. dan lokasi yang mudah dicapai.
6. Lingkungan fisik perlu dirancang dan dikembangkan untuk memungkinkan
terselengaranya berbagai proses belajar dan pembelajaran yang menarik dan
merangsang.
7. Suasana yang menyenangkan dan merangsang adalah dimana kondisi fisik,
emosional, sosiologikal dan psikologikal mendapat perhatian dan penanganan
semestinya.
8. Kondisi fisik siswa maupun guru meliputi masukan energi (energy intake),
mobilitas dan durasi. Masukan energi memberikan daya untuk memicu kerja
jantung dan otak. Untuk itu perlu disediakan kesempatan untuk
menambah/memperbaharui masukan dengan minum dan makan. Mobilitas
merupakan kesempatan untuk bergerak guna menghilangkan kekakuan otot dan
kelelahan jaringan syaraf. Untuk itu perlu ada kesempatan untuk bergerak yang
relatif leluasa, baik di tempat duduk maupun di ruang kelas/sekolah. Faktor
durasi dalam kondisi fisik adalah rentangan waktu yang diperlukan dalam
mengaktifkan indera setelah menerima berbagai rangsangan. Oleh karena itu
guru perlu memperhatikan “attention span” dari para siswa dalam menerima
rangsangan verbal, visual dan/atau taktual.
9. Kondisi emosional meliputi motivasi, preservasi (ketangguhan), tanggung
jawab, dan kesetiakawanan. Kondisi emosional bergantung pada rangsangan
yang diterima dan pengalaman sebelumnya terhadap rangsangan yang
semacam. Kondisi ini terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu komponen kognitif
(pikiran, keyakinan dan harapan) yang menentukan intensitas tanggapan;
komponen fisik yang meliputi perubahan dalam tubuh seperti tertawa, takut,
cemas, marah, pernafasan meningkat, detak jantung berdebar; dan komponen
perilaku yang merupakan ungkapan emosi melalui ekspresi wajah, nada suara,
dan gerak anggota tubuh. Kondisi emosional yang positif perlu dibangkitkan
dan dipelihara oleh guru dengan berbagai pendekatan seperti misalnya :
memberikan tugas dalam kelompok kecil, tugas mandiri, giliran tugas,
pemetaan pencapaian belajar (achivement mapping), penghargaan atas usaha,
kesabaran dalam menghadapi gaya belajar siswa yang berbeda dan
sebagainya.
10. Kondisi sosiologikal meliputi percaya diri, hubungan dengan teman sebaya,
hubungan dalam kelompok, dan pengakuan adanya otoritas secara vertikal
dan lateral. Percaya diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya
untuk melakukan hal-hal tertentu. Percaya diri ini meliputi : nilai-diri (selfworth)
yaitu perasaan tentang hal yang layak diperoleh; bangga-diri (selfesteem)
yaitu perasan bangga akan apa yang dapat dicapai; percaya-diri yaitu
keyakinan untuk dapat berhasil; harga-diri (self-respect) yaitu sikap
menyayangi atau menghormati diri; dan puas-diri (self-acceptance) yaitu
perasaan untuk menerima apa yang menjadi bagiannya. Hubungan dengan
teman sebaya merupakan interaksi antara sesama siswa dalam kelas, dalam
sekolah maupun siswa antar sekolah sejenjang, yang diperlukan untuk bertukar
dan saling menguji pengetahuan, pengalaman, minat (hobby), kemampuan, dan
keterampilan.. Hubungan dalam kelompok merupakan usaha saling membantu,
menghargaai dan bekerjasama dalam mengerjakan tugas bersama baik yang
diberikan oleh guru maupun atas prakarsa sendiri. Pengakuan adanya otoritas
merupakan pemahaman atas struktur, dan hirarki dalam suatu kelompok atau
organisasi. Pengakuan ini diwujudkan antara lain dengan menghormati dan
menaati peraturan, mematuhi petunjuk guru, mengikuti tata tertib kelas atau
organisasi. Kondisi ini perlu dipahami oleh guru dan dijabarkan serta diterapkan
dalam serangkaian cara dan pendekatan.
11. Kondisi psikologikal merupakan unsur-unsur bawaan (inborn elements)
maupun lingkungan yang mempengaruhi pola berpikir, bersikap dan bertindak
seseorang. Siswa yang berasal dari latar belakang keluarga dan sosial yang
berbeda dan dengan pembawaan yang berbeda pula perlu mendapat perhatian
dan penanganan yang memungkinkan pengakuan atas perbedaan tersebut.
Mengingat sangat bervariasinya kondisi ini, tidak ada satu reseppun yang dapat
berlaku secara umum. Berbagai teori, model, konsep dan prosedur
dikemukakan oleh para ahli dan praktisi. Namun semua ini memerlukan
kebijaksanaan (wisdom) dan kiat (art) guru dalam menghadapi siswanya.
Berbagai strategi dan metode perlu dipilih, dikembangkan dan digunakan oleh
guru sesuai dengan situasi, kondisi dan tujuan belajar.
12. Perlunya dilakukan perbandingan sarana & prasarana pendidikan di negara lain
baik secara langsung maupun tidak langsung (hasil wawancara dan telaah
dokumen), atau dengan lembaga pendidikan swasta dan/atau internasional di
dalam negeri yang telah mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan
zaman. Di Provinsi British Columbia misalnya, semua sekolah menengah
(Grade 10 –12) telah berusaha mengintegrasikan pendidikan umum dan
kejuruan sesuai kondisi lingkungan dan partisipasi masyarakat. Semua siswa
kelas 11 dan 12 wajib mengikuti program CAPP (Career and Personal
Planning) yang berisi antara lain kemampuan bekerja dalam bidang yang
diminati dan dalam bidang kerumahtanggaan (home-economics) seperti
mengatur makanan, memasak, menjahit, mencuci, dan mengelola kebersihan.
Ini semua ditujukan untuk membangun kepedulian atas lingkungan terdekat
siswa.
C. Implikasi Pengembangan
1. Berbagai pendekatan pemikiran tersebut di atas perlu dirumuskan implikasinya
secara operasional dalam wujud rancangan bangunan dan perabot yang minimal
(threshold) dan yang ideal (benchmark).
2. Secara konseptual alternatif itu mungkin dapat terdiri atas :
􀂾 Alternatif I (Bangunan dan Perabot Sekolah Konvensional), yaitu SMU
seperti yang dikenal sekarang, namun yang memungkinkan berlangsungnya
proses belajar-pembelajaran yang lebih inovatif.
􀂾 Alternatif II (Bangunan dan Perabot Sekolah Komprehensif), yaitu satuan
pendidikan menengah (SMU Komprehensif) yang memberikan kesempatan
pendidikan umum dan pendidikan kejuruan dalam suatu sekolah
komprehensif.
􀂾 Alternatif III (Bangunan dan Perabot Sekolah Multi Fungsi), yaitu satuan
pendidikan menengah (SMU Integratif) yang memberikan pelayanan
dan/atau pengakuan atas program Pendidikan Luar Sekolah. Dalam sekolah
ini orang dewasapun dapat memperoleh pendidikan yang diperlukan.
Sementara itu peserta didik yang telah mengikuti program pendidikan di
luar sekolah (misalnya kursus komputer) dapat diakui sebagai program
kurikuler atau ko-kurikuler yang disyaratkan.
3. Posisi pusat sumber belajar (PSB) atau perpustakaan sebaiknya ada di tengah
(centralized postion) yang dikelilingi oleh kelas. Gedung PSB ini seyogyanya
memiliki :
a. Ruang koleksi buku teks, referensi, bacaan pengayaan dan ilmiah popular,
jurnal dan publikasi lain seperti surat kabar dan majalah
b. Ruang koleksi media audiovisual (peta, model, kaset, CD dsb)
c. Ruang baca/belajar mandiri (study carrels)
d. Ruang diskusi
e. Ruang baca umum/terbuka
f. Ruang kerja komputer (computer work-stations) yang tersambung internet
g. Ruang kreatif guru dan siswa.
4. Ruang kelas sebaiknya dirancang dalam dua kategori, yaitu untuk belajar
mandiri dan untuk mata pelajaran tertentu. Jadi ada kelas untuk pelajaran
matematika, biologi, fisika dsb., disamping kelas untuk belajar mandiri yang
juga dipakai bergantian. Sarana dan prasarana masing-masing kelas didesain
sebagai lingkungan yang merangsang dan guru untuk masing-masing mata
pelajaran berposisi di kelas tersebut. Siswa berrotasi menggunakan kelas-kelas
tersebut (jadi tidak ada kelas tetap untuk sejumlah siswa, dan bukan guru yang
berrotasi ke setiap kelas).
5. Kelas untuk mata pelajaran tertentu bukan laboratorium, karena laboratorium
digunakan untuk melakukan praktikum, percobaan dan pembuktian.
Laboratorium yang diperlukan adalah :
a. Laboratorium Fsika
b. Laboratorium Kimia
c. Laboratorium Komputer
d. Laboratorium Biologi
e. Laboratorium Bahasa
6. Disamping kelas dan laboratorium perlu dipertimbangkan adanya ruang karya
(workshops) dan studio. Ruang karya dapat meliputi sarana dan prasarana untuk
menguasai berbagai keterampilan dalam lingkungan rumahtangga seperti dapur
dan tempat cuci, bengkel listrik & elektronik dsb. Studio dapat meliputi
pelajaran dalam fotografi, seni musik, seni grafis, seni tari dsb.
D. Kesimpulan
1. Untuk dapat merancang kebutuhan sarana dan prasarana sebagai salah satu
komponen dalam sistem sekolah, perlu dijabarkan telebih dahulu visi, misi,
sasaran, fungsi dan tujuan pendidikan sekolah tersebut
2. Pengadaan sarana dan prasarana merupakan konsekuensi dari rumusan fungsi
dan tujuan pendidikan (aspek mana yang utamanya mau dikembangkan dsb.)
3. Satu macam model tidak mungkin meliputi segala macam keperluan untuk
pengembangan potensi optimal setiap anak-didik. Kondisi lingkungan dan
karakteristik anak-didik perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan model.
4. Usaha untuk mengembangkan pedoman pengadaan sarana dan prasarana secara
rinci tidak mungkin hanya dilaksanakan dari belakang meja. Diperlukan
kegiatan pengkajian lapangan, studi banding, serta dilakukan pembahasan
secara konseptual dan operasional dengan berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
5. Spesifikasi teknis untuk masing-masing sarana dan prasarana perlu
dipersiapkan secara terperinci sesuai keperluan dan kualitasnya. Pengalaman
selama ini pengadaan sarana dan prasarana banyak yang mubazir karena
berorientasi pada harga yang murah.

Ditingkatkan, Sarana dan Prasarana Sekolah Gratis

Selasa, 12 Mei 2009 | 09:19
PALEMBANG - Pemprov Sumsel tak akan hanya membebaskan biaya sekolah alias sekolah gratis saja, seiring dengan strategi pemerintah dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas SDM.

"Kami juga bakal menambah sarana dan prasarana pendidikan dan guru untuk mendukung wajib belajar 12 tahun," ujar Asisten III Bidang Kesra Setdaprov Sumsel, dr Aidit Aziz.

Upaya lainnya, sambung Aiziz, adalah menguatkan kualitas pendidikan kejuruan dan kesejahteraan guru sehingga pendidikan menjadi bermutu. Hal ini sesuai rencana pembangunan yang dikaitkan dengan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengedepankan program pendidikan dan kesehatan masyarakat. Dengan langkah ini diharapkan angka 74,4 IPM pada 2009 naik di posisi 78,2 pada 2013.

Selain itu diupayakan terjadi peningkatan angka melek husuf dari 96,7 pada 2009 menjadi 97,5 pada 2013, sekaligus peningkatan angka harapan hidup dari 70,4 pada 2009 menjadi 71,5 pada 2013.

"Karena itulah sangat wajar jika porsi tenaga pendidikan dan tenaga kesehatan dalam penerimaan CPNS 2009, mendapatkan porsi yang paling besar," katanya. [

Standar Sarana dan Prasarana Sekolah

LATAR BELAKANG
Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, cerdas, produktif, dan berdaya saing tinggi dalam pergaulan nasional maupun internasional. Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan tersebut, Pemerintah telah mengamanatkan penyusunan delapan standar nasional pendidikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimum tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan nasional berpusat pada peserta didik agar dapat:


(a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
(b) belajar untuk memahami dan menghayati,
(c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
(d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan
(e) belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Untuk menjamin terwujudnya hal tersebut diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana yang memadai tersebut harus memenuhi ketentuan minimum yang ditetapkan dalam standar sarana dan prasarana.Standar sarana dan prasarana ini untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Standar sarana dan prasarana ini mencakup:
1. kriteria minimum sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah,
2. kriteria minimum prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap sekolah/madrasah.
PENGERTIAN
1. Sarana adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah.
2. Prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
3. Perabot adalah sarana pengisi ruang.
4. Peralatan pendidikan adalah sarana yang secara langsung digunakan untuk pembelajaran.
5. Media pendidikan adalah peralatan pendidikan yang digunakan untuk membantu komunikasi dalam pembelajaran.
6. Buku adalah karya tulis yang diterbitkan sebagai sumber belajar.
7. Buku teks pelajaran adalah buku pelajaran yang menjadi pegangan peserta didik dan guru untuk setiap mata pelajaran.
8. Buku pengayaan adalah buku untuk memperkaya pengetahuan peserta didik dan guru.
9. Buku referensi adalah buku rujukan untuk mencari informasi atau data tertentu.
10. Sumber belajar lainnya adalah sumber informasi dalam bentuk selain buku meliputi jurnal, majalah, surat kabar, poster, situs (website), dan compact disk.
11. Bahan habis pakai adalah barang yang digunakan dan habis dalam waktu relatif singkat.
12. Perlengkapan lain adalah alat mesin kantor dan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendukung fungsi sekolah/madrasah.
13. Teknologi informasi dan komunikasi adalah satuan perangkat keras dan lunak yang berkaitan dengan akses dan pengelolaan informasi dan komunikasi.
14. Lahan adalah bidang permukaan tanah yang di atasnya terdapat prasarana sekolah/madrasah meliputi bangunan, lahan praktik, lahan untuk prasarana penunjang, dan lahan pertamanan.
15. Bangunan adalah gedung yang digunakan untuk menjalankan fungsi sekolah/madrasah.
16. Ruang kelas adalah ruang untuk pembelajaran teori dan praktik yang tidak memerlukan peralatan khusus.
17. Ruang perpustakaan adalah ruang untuk menyimpan dan memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka.
18. Ruang laboratorium adalah ruang untuk pembelajaran secara praktik yang memerlukan peralatan khusus.
19. Ruang pimpinan adalah ruang untuk pimpinan melakukan kegiatan pengelolaan sekolah/madrasah.
20. Ruang guru adalah ruang untuk guru bekerja di luar kelas, beristirahat, dan menerima tamu. 21. Ruang tata usaha adalah ruang untuk pengelolaan administrasi sekolah/madrasah.
22. Ruang konseling adalah ruang untuk peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
23. Ruang UKS adalah ruang untuk menangani peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan dini dan ringan di sekolah/madrasah.
24. Tempat beribadah adalah tempat warga sekolah/madrasah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah.
25. Ruang organisasi kesiswaan adalah ruang untuk melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi peserta didik.
26. Jamban adalah ruang untuk buang air besar dan/atau kecil.
27. Gudang adalah ruang untuk menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, peralatan sekolah/madrasah yang tidak/belum berfungsi, dan arsip sekolah/madrasah.
28. Ruang sirkulasi adalah ruang penghubung antar bagian bangunan sekolah/madrasah.
29. Tempat berolahraga adalah ruang terbuka atau tertutup yang dilengkapi dengan sarana untuk melakukan pendidikan jasmani dan olah raga.
30. Tempat bermain adalah ruang terbuka atau tertutup untuk peserta didik dapat melakukan kegiatan bebas.
31. Rombongan belajar adalah kelompok peserta didik yang terdaftar pada satu satuan kelas.
PRASANA SEKOLAH
Sebuah SD/MI sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. tempat beribadah,
7. ruang UKS,8. jamban,
9. gudang,
10. ruang sirkulasi,
11. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMP/MTs sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium IPA,
4. ruang pimpinan,
5. ruang guru,
6. ruang tata usaha,
7. tempat beribadah,
8. ruang konseling,
9. ruang UKS,
10. ruang organisasi kesiswaan,
11. jamban,
12. gudang,
13. ruang sirkulasi,
14. tempat bermain/berolahraga.
Sebuah SMA/MA sekurang-kurangnya memiliki prasarana sebagai berikut:
1. ruang kelas,
2. ruang perpustakaan,
3. ruang laboratorium biologi,
4. ruang laboratorium fisika,
5. ruang laboratorium kimia,
6. ruang laboratorium komputer,
7. ruang laboratorium bahasa,
8. ruang pimpinan,
9. ruang guru,
10. ruang tata usaha,
11. tempat beribadah,
12. ruang konseling,
13. ruang UKS,
14. ruang organisasi kesiswaan,
15. jamban,
16. gudang,
17. ruang sirkulasi,
18. tempat bermain/berolahraga

PEMBINAAN KESISWAAN

. DASAR PEMIKIRAN
Pembangunan di bidang pendidikan diarahkan kepada pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu tinggi, guna memenuhi kebutuhan dan menghadapi tantangan kehidupan di masa depan. Melalui pendidikan, sumberdaya manusia yang bersifat potensi diaktualisasikan hingga optimal; dan seluruh aspek kepribadian dikembangkan secara terpadu.
Sejalan dengan peningkatan mutu sumberdaya manusia, Departemen Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama (Direktorat PSMP), Ditjen Mandikdasmen, dalam hal ini telah melakukan berbagai upaya, baik pengembangan mutu pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana, perbaikan manajemen kelembagaan sekolah, maupun pembinaan kegiatan kesiswaan.
Peningkatan mutu pendidikan di sekolah tidak hanya terpaku pada pencapaian aspek akademik, melainkan aspek non-akademik juga; baik penyelenggaraannya dalam bentuk kegiatan kurikuler ataupun ekstra-kurikuler, melalui berbagai program kegiatan yang sistematis dan sistemik. Dengan upaya seperti itu, peserta didik (siswa) diharapkan memperoleh pengalaman belajar yang utuh; hingga seluruh modalitas belajarnya berkembang secara optimal.
Di samping itu, peningkatan mutu diarahkan pula kepada guru sebagai tenaga kependidikan yang berperan sentral dan strategis dalam memfasilitasi perkembangan pribadi peserta didik di sekolah. Peningkatan mutu guru merupakan upaya mediasi dalam rangka pembinaan kesiswaan. Tujuan dari peningkatan mutu guru adalah pengembangan kompetensi dalam layanan pembelajaran, pembimbingan, dan pembinaan kesiswaan secara terintegrasi dan bermutu.
Dengan demikian, dalam pembinaan kesiswaan terlingkup program kegiatan yang langsung melibatkan peserta didik (siswa) sebagai sasaran; ada pula program yang melibatkan guru sebagai mediasi atau sasaran antara (tidak langsung). Namun, sasaran akhir dari kinerja pembinaan kesiswaan adalah perkembangan siswa yang optimal; sesuai dengan karakteristik pribadi, tugas perkembangan, kebutuhan, bakat, minat, dan kreativitasnya.
Layanan Pendidikan yang Bermutu di Sekolah

B. Kompetensi Pembina Kesiswaan
Walaupun di sekolah-sekolah telah ada wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, akan tetapi sifatnya koordinatif dan administratif. Ia bertugas mewakili kepala sekolah dalam hal memadukan rencana serta mengkoordinasikan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan sebagai bagian yang terpadu dari keseluruhan program pendidikan di sekolah.
Pada dasarnya, pembinaan kesiswaan di sekolah merupakan tanggung jawab semua tenaga kependidikan. Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang kerap kali berhadapan dengan peserta didik dalam proses pendidikan. Guru sebagai pendidik bertanggungjawab atas terselenggaranya proses tersebut di sekolah, baik melalui bimbingan, pengajaran, dan atau pelatihan. Seluruh tanggung jawab itu dijalankan dalam upaya memfasilitasi peserta didik agar kompetensi dan seluruh aspek pribadinya berkembang optimal. Apabila guru hanya menjalankan salah satu bagian dari tanggung jawabnya, maka perkembangan peserta didik tidak mungkin optimal. Dengan kata lain, pencapaian hasil pada diri peserta didik yang optimal, mempersyaratkan pelayanan dari guru yang optimal pula.
Oleh karena guru merupakan tenaga kependidikan, maka guru pun bertanggungjawab atas terselenggaranya pembinaan kesiswaan di sekolah secara umum dan secara khusus terpadu dalam setiap mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian, setiap guru sebagai pendidik seyogianya memahami, menguasai, dan menerapkan kompetensi bidang pembinaan kesiswaan.
Dalam kerangka berpikir dan bertindak seperti itulah dikembangkan standar kompetensi guru bidang pembinaan kesiswaan; yang selanjutnya dirinci ke dalam sub-sub kompetensi dan indikator-indikator sebagai rujukan penyelenggaraan pembinaan kesiswaan. Keseluruhan indikator yang diturunkan dari enam kompetensi dasar yang dimaksud dapat dijadikan acuan, baik bagi penyelenggaraan pembinaan kesiswaan secara umum dalam program pendidikan di sekolah; maupun secara khusus terpadu dalam program pembelajaran dan bimbingan yang menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran dan guru pembimbing.
Pernyataan-pernyataan tentang kompetensi, sub kompetensi dan indikator yang dimaksud tertuang dalam matrik sebagai berikut.
Standar Kompetensi Bidang Pembinaan Kesiswaan
NO KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR
1 Memahami perkembangan peserta didik 1.1 Memahami :
• Karakteristik perkembangan peserta didik
• Perkembangan fifik psikomotorik
• Perekembangan sosial emosional
• Perkembangan intelektual, bakat dan minat
• Perkembangan kreativitas 1.1.1 Adanya pembinaan yang memfasilitasi perkembangan peserta didik dalam hal :
• Tahap-tahap perkembangan peserta didik
• Pemahaman gelaja perubahan fisik dan perilaku motorik
• Kehidupan sosial-emosional berkelompok (peer group)
• Prestasi akademik dan non akademik
• Originalitas dan fleksibilitas, pembaharuan
2 Memahami ruang lingkup pembinaan kesiswaan 2.1 Memahami lingkup pembinaan
• Ketaqwaan kepada Tuhan YME
• Kepribadian dan budi pekerti
• Kepemimpinan
• Kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan
• Kualitas jasmani dan kesehatan
• Seni budaya
• Pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan 2.1.1 Lingkup Pembinaan Kesiswaan
• Terdapat pelaksanaan sosial keagamaan, adanya toleransi kehidupan beragama, terdapat kegiatan hari besar keagamaan, adanya kegiatan seni dan budaya yang bernafaskan keagamaan.
• Terlaksananya tata tertib dan tata krama dalam kehidupan sosial di sekolah, sikap saling menghormati antar masyarakat sekolah.
• Terlaksananya aktivitas OSIS, kelompok belajar, latihan dasar kepemimpinan, forum diskusi.
• Terlaksananya aktivitas OSIS, kelompok belajar, latihan dasar kepemimpinan, forum diskusi.
• Adanya aktivitas PMR (Palang Merah Remaja), kantin sekolah, olah raga, UKS (usaha kesehatan sekolah), kegiatan sosial, Kegiatan 6K.
• Adanya berbagai aktivitas seni budaya
• Terlaksananya upacara bendera, peringatan hari-hari besar nasional, bhakti sosial, wisata alam, napak tilas, pelestarian alam, taat tata tertib.
3 Mampu merancang dan melaksanakan strategi pembinaan kesiswaan 3.1 Merancang strategi pelaksanaan pembinaan kesiswaan
3.2 Merancang kegiatan ekstrakurikuler
3.3 Merancang kegiatan ekstrakurikuler melalui latihan terprogram
3.4 Menciptakan kegiatan kompetisi 3.1.1 Terdapat rencana tertulis pelaksanaan pembinaan kesiswaan.
3.2.1 Ada program kegiatan ekstrakurikuler
3.3.1 Ada program-program pelatihan dan kompetisi
3.4.1 Terdapat kegiatan kompetisi
4 Mampu mengembangkan kegiatan pembinaan kesiswaan 4.1 Mengembangkan jenis-jenis kegiatan pembinaan kesiswaan 4.1.1 Terdapat berbagai jenis kegiatan pembinaan kesiswaan, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
4.1.2 Terdapat berbagai kegiatan pembinaan kesiswaan yang bersifat edutainment, pembinaan mental-agama, kompetitif, pelatihan, dan ekspose
5 Mampu merancang dan mengembangkan evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan 5.1 Memahami konsep dasar & jenis evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan
5.2 Mampu merancang instrumen evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan Adanya instrumen evaluasi proses dan hasil, baik dalam bentuk tes maupun non tes
6 Profesionalitas pribadi pembina kesiswaan 6.1 Pribadi yang profesional dan terintegrasi 6.1.1 Menunjukan karakteristik pribadi yang :
• Jujur
• Tanggungjawab
• Komitmen
• Empati
• Simpati
• Humoris
• Inovatif
• Kreatif
• Teladan
• Respek
• Mudah Bergaul
• Disiplin
• Mampu membuat jejaring
6.1.2 Berpengalaman dalam bidang pembinaan kesiswaan
C. Fungsi dan Tujuan
Fungsi dan tujuan akhir pembinaan kesiswaan secara umum sama dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3, yang berbunyi sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adapun secara khusus, pembinaan kesiswaan ditujukan untuk memfasilitasi perkembangan peserta didik (siswa) melalui penyelenggaraan program bimbingan, pembelajaran, dan atau pelatihan, agar peserta didik dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.
1. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) pelaksanaan ibadah yang sesuai dengan ajaran agama masing-masing; (b) kegiatan-kegiatan keagamaan; (c) peringatan hari-hari besar keagamaan; (d) perbuatan amaliyah; (e) bersikap toleran terhadap penganut agama lain; (f) kegiatan seni bernafaskan keagamaan; dan (g) lomba yang bersifat keagamaan.
2. Kepribadian yang utuh dan budi pekerti yang luhur . Kegiatannya dapat dalam bentuk pelaksanaan: (a) tata tertib sekolah; (b) tata krama dalam kehidupan sekolah; dan (c) sikap hormat terhadap guru, orangtua, sesama siswa, dan lingkungan masyarakat.
3. Kepemimpinan. Kegiatan kepemimpianan antara lain siswa dapat berperan aktif dalam OSIS, kelompok belajar, kelompok ilmiah, latihan dasar kepemimpinan, forum diskusi, dan sebagainya.
4. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan. Dalam hal ini bentuk kegiatannya, antara lain: (a) keterampilan menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna; (b) kreativitas dan keterampilan di bidang elektronika, pertanian/perkebunan, pertukangan kayu dan batu, dan tata laksana rumah tangga (PKK); (c) kerajinan dan keterampilan tangan; (d) koperasi sekolah dan unit produksi; (e) praktik kerja nyata; dan (f) keterampilan baca-tulis.
5. Kualitas jasmani dan kesehatan. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) berperilaku hidup sehat di lingkungan sekolah, rumah, dan masyarakat; (b) Usaha Kesehatan Sekolah/UKS; (c) Kantin Sekolah; (d) kesehatan mental; (e) upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba; (f) pencegahan penularan HIV/AIDS; (g) olah raga; (h) Palang Merah Remaja (PMR); (i) Patroli Keamanan Sekolah (PKS); (j) Pembiasaan 5K (keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, dan kekeluargaan); dan (k) peningkatan kemampuan psikososial untuk mengatasi berbagai tantangan hidup.
6. Seni-Budaya. Kegiatannya dapat dalam bentuk: (a) wawasan keterampilan siswa di bidang seni suara, tari, rupa, musik, drama, photografi, sastra, dan pertunjukan; (b) penyelenggaraan sanggar seni; (c) pementasan/pameran berbagai cabang seni; dan (d) pengenalan dan apresiasi seni-budaya bangsa.
7. Pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan. Bentuk kegiatannya antara lain: (a) upacara bendera; (b) bhakti sosial/masyarakat; (c) pertukaran pelajar; (d) baris berbaris; (e) peringatan hari besar bersejarah bangsa; (f) wisata siswa (alam, tempat bersejarah); (g) pencinta alam; (h) napak tilas; dan (i) pelestarian lingkungan.
D. Kaitan Kompetensi Dengan Materi
Materi program pembinaan kesiswaan dikembangkan dari enam kompetensi standar yang harus dikuasai oleh guru pembina kesiswaan. Dalam penerapannya, para guru diharapkan berangkat dari pengkajian secara seksama terhadap setiap kompetensi, sub kompetensi, dan indikator-indikator tersebut. Selanjutnya dipertimbangkan kesesuaiannya dengan bidang masing-masing dan atau bidang kegiatan bakat, minat, dan kreativitas siswa. Pada giliran berikutnya, para guru dapat menuangkan hasil pengkajian itu ke dalam rancangan program pembinaan kesiswaan yang terpadu dalam keseluruhan program pendidikan di sekolah.
Matrik berikut menunjukkan keterkaitan antara kompetensi dengan materi bidang pembinaan kesiswaan. Dengan mencermati matrik yang dimaksud, para guru diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang kompetensi dan materi bidang pembinaan kesiswaan. Dari gambaran yang jelas, selanjutnya para guru dapat merancang, melaksanakan, dan menilai program pembinaan kesiswaan secara komprehensif.
Kaitan Kompetensi dengan Materi Bidang Pembinaan Kesiswaan
NO KOMPETENSI SUB KOMPETENSI INDIKATOR
1 Memahami perkembangan peserta didik 1.1 Memahami Perkembangan peserta didik :
• Karakteristik perkembangan peserta didik
• Perkembangan fisik psikomotorik
• Perkembangan sosial emosional
• Perkembangan intelektual, bakat dan minat
• Perkembangan kreativitas 1. Tahap-tahap dan tugas-tugas perkembangan peserta didik
2. Perkembangan fisik psikomotorik
3. Perkembangan sosial emosional
4. Perkembangan intelektual, bakat dan minat
5. Perkembangan kreativitas
2 Memahami ruang lingkup pembinaan kesiswaan 2.1 Memahami lingkup pembinaan
• Ketaqwaan kepada Tuhan YME
• Kepribadian dan budi pekerti
• Kepemimpinan
• Kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan
• Kualitas jasmani dan kesehatan
• Seni budaya
• Pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan 1. Pembinaan Ketaqwaan kepada Tuhan YME.
2. Pembinaan kepribadian dan budi pekerti.
3. Pembinaan kepemimpinan.
4. Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan.
5. Pembinaan kualitas jasmani dan kesehatan.
6. Pembinaan seni budaya.
7. Pembinaan pendidikan pendahuluan bela negara dan wawasan kebangsaan.
3 Mampu merancang dan melaksanakan strategi pembinaan kesiswaan • Merancang strategi pelaksanaan pembinaan kesiswaan
• Merancang kegiatan ekstrakurikuler
• Merancang kegiatan ekstrakurikuler melalui latihan terprogram
• Menciptakan kegiatan kompetisi 1. Rancangan strategi pelaksanaan pembinaan kesiswaan.
2. Ada program-program pelatihan dan kompetisi
3. Terdapat kegiatan kompetisi
4 Mampu mengembangkan kegiatan pembinaan kesiswaan 4.1 Mengembangkan jenis-jenis kegiatan pembinaan kesiswaan 4.1.1 Terdapat berbagai jenis kegiatan pembinaan kesiswaan, baik di dalam maupun di luar lingkungan sekolah
4.1.2 Terdapat berbagai kegiatan pembinaan kesiswaan yang bersifat edutainment, pembinaan mental-agama, kompetitif, pelatihan, dan ekspose
5 Mampu merancang dan mengembangkan evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan 5.1 Memahami konsep dasar & jenis evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan
5.2 Mampu merancang instrumen evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan 1. Konsep dasar dan jenis evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan
2. Rancangan jenis instrumen evaluasi kegiatan pembinaan kesiswaan
6 Profesionalitas pribadi pembina kesiswaan • Pribadi yang profesional dan terintegrasi 1. Ciri-ciri pribadi : (jujur, tanggung jawab, komitmen, empati, simpati, humoris, inovatif, kreatif, teladan, respek, mudah bergaul, disiplin)
2. Berpengalaman dan mampu membuat jejaring
E. Materi Program
Dalam keseluruhan program Direktorat PSMP, program-program pembinaan kesiswaan termasuk kelompok bidang peningkatan mutu. Di dalam kelompok program peningkatan mutu terdapat bagian-bagian atau sub kelompok program yang memayungi program-program pembinaan kesiswaan. Berdasarkan sub kelompok program peningkatan mutu, program-program pembinaan kesiswaan ada yang langsung melibatkan siswa sebagai sasaran kegiatan; ada pula yang melibatkan guru sebagai sasaran tidak langsung (mediasi/sasaran antara). Adapun sub kelompok program pembinaan kesiswaan meliputi sebagai berikut.
1. Lokakarya Kegiatan Kesiswaan , terdiri dari: (a) Kegiatan yang bersifat akademik; dan (b) Kegiatan non-akademik.
2. Pengembangan Program Kesiswaan , meliputi pengembangan: (a) klub olah raga siswa; (b) klub bakat, minat, dan kreativitas siswa; (c) etika, tata tertib, dan tata kehidupan sosial di sekolah; dan (d) Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
3. Program Pra-vokasional untuk siswa SMP dinamakan Program Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup Melalui Pendidikan Pra-vokasional.
4. Program Lomba Kesiswaan , meliputi: (a) International Junior Science Olympiad/IJSO; (b) Olimpiade Sains Nasional untuk Siswa SMP; (c) Lomba Penelitian Ilmiah Pelajar (LPIP); (d) Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Siswa SMP; (e) Lomba Mengarang Dalam Bahasa Indonesia; (f) Lomba Pidato Dalam Bahasa Inggris; dan (g) Lomba Motivasi Belajar Mandiri (Lomojari) untuk Siswa SMP Terbuka.
5. Pembinaan Lingkungan Sekolah , terdiri dari: (a) Asistensi Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba; (b) Program Pembinaan Sekolah Sehat (Lomba Sekolah Sehat/LSS); dan (c) Program Pendidikan Budi Pekerti.
F. Strategi Pelaksanaan
Sesuai dengan tujuan dan karakteristik materi program pembinaan kesiswaan tersebut di atas, maka strategi yang digunakan meliputi pelatihan (terintegrasi dan distrik), lokakarya, kunjungan sekolah (school visit), dan perlombaan/pertandingan (bersifat kompetisi). Penggunaan jenis strategi bersifat fleksibel, dalam arti dapat digunakan satu strategi untuk program tertentu; dan atau beberapa strategi dikombinasikan dalam pelaksanaan satu atau beberapa program, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pelaksanaan.
Di samping itu, dasar pertimbangan penggunaan suatu strategi mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) keluasan materi dan sasaran program; (2) waktu dan tempat penyelenggaraan; (3) tenaga pelaksana; dan (4) dana yang tersedia.
Strategi pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi digunakan dalam program pembinaan kesiswaan yang melibatkan sasaran guru atau tenaga pendidikan; dan pelaksanaan pelatihan itu merupakan bagian dari program pelatihan lainnya (program induk) yang serumpun. Dalam hal ini, baik biaya, tenaga pelatih, maupun bahan atau materi pelatihan program pembinaan kesiswaan merupakan bagian dari program induk.
Strategi pelatihan distrik (district training) merupakan bentuk pengembangan kapasitas aparat pendidikan tingkat provinsi, kabupaten-kota, dan atau sekolah yang diselenggarakan di tingkat provinsi tentang program pembinaan kesiswaan tertentu atau program yang serumpun. Tentu saja, biaya, tenaga pelatih, dan bahan atau materi pelatihan berasal dari pusat; sedangkan tempat/lokasi pelatihan dikoordinasikan dengan pihak provinsi.
Strategi lokakarya (workshop) digunakan dalam rangka menghasilkan sesuatu, baik berupa rumusan acuan, rencana kegiatan, pengembangan teknik atau instrumen, maupun kesamaan persepsi, wawasan, dan komitmen untuk kepentingan pelaksanaan program yang terlingkup dalam bidang pembinaan kesiswaan. Lokakarya dapat diselenggarakan secara nasional atau di tingkat pusat; dan dapat pula dibagi menjadi beberapa region penyelenggaraan.
Kunjungan sekolah (school visit) merupakan strategi yang digunakan dalam bentuk kegiatan pemantauan (monitoring), penilaian (evaluasi), pengamatan (observasi), studi kasus, dan atau konsultasi klinis-pengembangan, baik tentang persiapan, pelaksanaan, maupun hasil suatu program pembinaan kesiswaan. Strategi kunjungan sekolah dilaksanakan terutama untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang dihasilkan di tingkat pusat dengan pelaksanaan suatu program pembinaan kesiswaan di tingkat sekolah sasaran.
Perlombaan merupakan strategi pelaksanaan program pembinaan kesiswaan yang bersifat kompetitif, melibatkan siswa atau sekolah peserta secara langsung dalam suatu event atau kegiatan, baik yang bertaraf internasional maupun nasional. Strategi perlombaan dapat dilaksanakan sebagai kegiatan tunggal (bukan kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap dari tingkat bawah); dapat pula (lazimnya) dilakukan secara bertahap dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional ataupun internasional.
G. Evaluasi
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengukur kadar efektivitas dan efisiensi setiap program pembinaan kesiswaan. Pada gilirannya, hasil evaluasi dapat dijadikan dasar pertimbangan lahirnya kebijakan tentang tindak lanjut program. Prinsip evaluasi tersebut mengindikasikan bahwa evaluasi seyogianya dilakukan terhadap setiap program pembinaan kesiswaan, baik berkenaan dengan aspek persiapan, pelaksanaan, maupun hasil. Setiap aspek program perlu dievaluasi dengan mempergunakan instrumen yang terandalkan dan petugas evaluasi yang kompeten; sehingga hasil evaluasi dapat dipertanggungjawabkan dan berguna untuk pengambilan keputusan.
H. Pelaporan
Pelaporan setiap program pembinaan kesiswaan didasarkan atas data dan atau informasi yang dihasilkan dari kegiatan evaluasi. Agar keotentikan laporan diperoleh, maka laporan disusun secara komprehensif setelah selesai pelaksanaan suatu program. Pelaporan untuk setiap program pembinaan kesiswaan merupakan bagian dari tugas penanggung-jawab program yang bersangkutan. Format laporan disesuaikan dengan kebutuhan atau panduan masing-masing satuan program. Dengan demikian, pelaporan dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan suatu program. (ditulis oleh : Mamat Supriatna)

Minggu, 24 Mei 2009

PEMBINAAN KESISWAAN

SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2008
TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

Menimbang :
a. bahwa untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu siswa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab, diperlukan pembinaan kesiswaan secara sistematis dan berkelanjutan;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pembinaan Kesiswaan; Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia 1
Tahun 2003 Nomor 78 Tahun 2003, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
5. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 77/P Tahun 2008;
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah; 2
7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
8. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
9. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 6 Tahun 2007;
10. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 34 Tahun 2006 tentang Pembinaan Prestasi Peserta Didik;
11. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PEMBINAAN KESISWAAN. 3
BAB I
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 1 Tujuan pembinaan kesiswaan : a. Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; b. Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif dan bertentangan dengan tujuan pendidikan; c. Mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat; d. Menyiapkan siswa agar menjadi warga masyarakat yang berakhlak mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (civil society). Pasal 2 Sasaran pembinaan kesiswaan meliputi siswa taman kanak-kanak (TK), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar (SD), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama (SMP), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah menengah atas (SMA), sekolah menengah atas luar biasa (SMALB), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Pasal 3 (1) Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler; (2) Materi pembinaan kesiswaan meliputi : a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; b. Budi pekerti luhur atau akhlak mulia; c. Kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara; 4
d. Prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat; e. Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural; f. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; g. Kualitas jasmani, kesehatan, dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi ; h. Sastra dan budaya; i. Teknologi informasi dan komunikasi; j. Komunikasi dalam bahasa Inggris; (3) Materi pembinaan kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijabarkan lebih lanjut dalam jenis-jenis kegiatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini. (4) Jenis kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikembangkan oleh sekolah. BAB III ORGANISASI Pasal 4 (1) Organisasi kesiswaan di sekolah berbentuk organisasi siswa intra sekolah. (2) Organisasi kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan organisasi resmi di sekolah dan tidak ada hubungan organisatoris dengan organisasi kesiswaan di sekolah lain. (3) Organisasi siswa intra sekolah pada SMP, SMPLB, SMA, SMALB dan SMK adalah OSIS. (4) Organisasi siswa intra sekolah pada TK, TKLB, SD, dan SDLB adalah organisasi kelas. 5
BAB IV TANGGUNG JAWAB PEMBINAAN KESISWAAN Pasal 5 (1) Pembinaan kesiswaan di sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah. (2) Pembinaan kesiswaan di kecamatan menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di kecamatan. (3) Pembinaan kesiswaan di kabupaten/kota menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di kabupaten/kota. (4) Pembinaan kesiswaan di propinsi menjadi tanggung jawab unit kerja yang menangani pendidikan di propinsi. (5) Pembinaan kesiswaan secara nasional menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. BAB V PENDANAAN Pasal 6 (1) Pendanaan pembinaan kesiswaan di sekolah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). (2) Pendanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lain yang tidak mengikat. 6
BAB VI PENUTUP Pasal 7 Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1984 tentang Pembinaan Kesiswaan dan semua peraturan pelaksanaannya dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8 Peraturan Menteri ini berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juli 2008
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBDYO
Salinan sesuai dengan aslinya, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I, TTD. Muslikh, S.H NIP. 131479478 7
SALINAN
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 39 TAHUN 2008 TANGGAL 22 JULI 2008

MATERI PEMBINAAN KESISWAAN DAN JENIS KEGIATAN PEMBINAAN KESISWAAN

1. Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, antara lain :
a. Melaksanakan peribadatan sesuai dengan ketentuan agama masing-masing;
b. Memperingati hari-hari besar keagamaan;
c. Melaksanakan perbuatan amaliah sesuai dengan norma agama;
d. Membina toleransi kehidupan antar umat beragama;
e. Mengadakan kegiatan lomba yang bernuansa keagamaan;
f. Mengembangkan dan memberdayakan kegiatan keagamaan di sekolah.


2. Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia, antara lain :
a. Melaksanakan tata tertib dan kultur sekolah;
b. Melaksanakan gotong royong dan kerja bakti (bakti sosial);
c. Melaksanakan norma-norma yang berlaku dan tatakrama pergaulan;
d. Menumbuhkembangkan kesadaran untuk rela berkorban terhadap sesama;
e. Menumbuhkembangkan sikap hormat dan menghargai warga sekolah;
f. Melaksanakan kegiatan 7K (Keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, kedamaian dan kerindangan). 8


3. Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, antara lain :
a. Melaksanakan upacara bendera pada hari senin dan /atau hari sabtu, serta hari-hari besar nasional;
b. Menyanyikan lagu-lagu nasional (Mars dan Hymne);
c. Melaksanakan kegiatan kepramukaan; d. Mengunjungi dan mempelajari tempat-tempat bernilai sejarah;
e. Mempelajari dan meneruskan nilai-nilai luhur, kepeloporan, dan semangat perjuangan para pahlawan; f. Melaksanakan kegiatan bela negara;
g. Menjaga dan menghormati simbol-simbol dan lambang-lambang negara;
h. Melakukan pertukaran siswa antar daerah dan antar negara.


4. Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat, antar lain :
a. Mengadakan lomba mata pelajaran/program keahlian;
b. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah;
c. Mengikuti kegiatan workshop, seminar, diskusi panel yang bernuansa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek);
d. Mengadakan studi banding dan kunjungan (studi wisata) ke tempat-tempat sumber belajar;
e. Mendesain dan memproduksi media pembelajaran;
f. Mengadakan pameran karya inovatif dan hasil penelitian;
g. Mengoptimalkan pemanfaatan perpustakaan sekolah;
h. Membentuk klub sains, seni dan olahraga;
i. Menyelenggarakan festival dan lomba seni;
j. Menyelenggarakan lomba dan pertandingan olahraga.


5. Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, antara lain :
a. Memantapkan dan mengembangkan peran siswa di dalam OSIS sesuai dengan tugasnya masing-masing;
b. Melaksanakan latihan kepemimpinan siswa;
c. Melaksanakan kegiatan dengan prinsip kejujuran, transparan, dan profesional;
d. Melaksanakan kewajiban dan hak diri dan orang lain dalam pergaulan masyarakat;
e. Melaksanakan kegiatan kelompok belajar, diskusi, debat dan pidato;
f. Melaksanakan kegiatan orientasi siswa baru yang bersifat akademik dan pengenalan lingkungan tanpa kekerasan;
g. Melaksanakan penghijauan dan perindangan lingkungan sekolah.


6. Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan, antara lain :
a. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan dalam menciptakan suatu barang menjadi lebih berguna;
b. Meningkatkan kreativitas dan keterampilan di bidang barang dan jasa;
c. Meningkatkan usaha koperasi siswa dan unit produkdsi;
d. Melaksanakan praktek kerja nyata (PKN)/pengalaman kerja lapangan (PKL)/praktek kerja industri (Prakerim); e. Meningkatkan kemampuan keterampilan siswa melalui sertifikasi kompetensi siswa berkebutuhan khusus;


7. Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi antara lain :
a. Melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat;
b. Melaksanakan usaha kesehatan sekolah (UKS);
c. Melaksanakan pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (narkoba), minuman keras, merokok, dan HIV AIDS;
d. Meningkatkan kesehatan reproduksi remaja;
e. Melaksanakan hidup aktif;
f. Melakukan diversifikasi pangan;
g. Melaksanakan pengamanan jajan anak sekolah.


8. Pembinaan sastra dan budaya, antara lain :
a. Mengembangkan wawasan dan keterampilan siswa di bidang sastra;
b. Menyelenggarakan festival/lomba, sastra dan budaya;
c. Meningkatkan daya cipta sastra;
d. Meningkatkan apresiasi budaya.


9. Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), antara lain :
a. Memanfaatkan TIK untuk memfasilitasi kegiatan pem-belajaran;
b. Menjadikan TIK sebagai wahana kreativitas dan inovasi;
c. Memanfaatkan TIK untuk meningkatkan integritas kebangsaan.


10. Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, antara lain :
a. Melaksanakan lomba debat dan pidato;
b. Melaksanakan lomba menulis dan korespodensi;
c. Melaksanakan kegiatan English Day;
d. Melaksanakan kegiatan bercerita dalam bahasa Inggris (Story Telling);
e. Melaksanakan lomba puzzies words/scrabble.

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD.
BAMBANG SUDIBYO

Salinan sesuai dengan aslinya, Biro Hukum dan Organisasi Departemen Pendidikan Nasional. Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan Bantuan Hukum I, TTD. Muslikh, S.H NIP. 131479478 11